Powered By Blogger

Simbolisme dalam pewayangan



Serat Wedhapurwaka karya R. Ng. Ranggawarsita memberikan penjelasan makna yang dikandung jagad pakeliran.
Beginilah penjelasan makna,dulu dan jagad gelaran, diterangkan satu-satu , yang menanggap wayang itu, sebenarnya yang paling berkuasa, kelir itu angkasa,  debog tanah besar, balencong matahari dan bulan, sedang yang mendalang itu tri murti, wayang semua makluk.
Keduanya terhadap manusia, yang menanggap wayang itu jiwanya, kelir itu angan-angan , raga debognya, dhalang itu cipta sir, balencong pramana, wayang nafsu, pencar jadi panca indra, sedang pradangga menjadi busana diri, demikian itulah jiwanya.

Bahwasanya dunia dan manusia itu semula diciptakan dari tiada oleh Tuhan, hal ini dalam dunia pewayangan dilambangkan dengan pendhapa suwung yang kosong, tetapi berisi. Begitu juga setelah kelir dibentangkan dan wayangnya dijajar (disimpng), maka di tengah-rengah kelir
pun masih kosong, tetapi di dalam kekosongan itu sudah ada gunungan atau kayon yang berarti  hayyu atau hidup.
Ini pun lambang kosong, tetapi berisi setelah kayon ditarik ke bawah , maka muncullah wayang pertama yang berwujud parekan disusul wayang raja, kemudia adik atau “ari-arinya"
Ini semua secara kosmis merupakan suatu lambang kelahiran atau mulainya ada lakon (Sri Mulyono, 1989 ).
Pertunjukan wayang yang tergelar  semalam suntuk itu dibagi menjadi tiga periode yaitu:

1. Pathet Nem

Periode yang berlangsung pukul 21.00-24.00 ini melambangkan masa kanak-kanak. sesuai dengan suasana tersebut, maka gamelan dan lagu dalam pathet nem ini ditandai dengan kayon (gunungan) ditancapkan cenderung ke kiri. Periode pathet nem ini dibagi menjadi 6 adegan
jejeran) yaitu :

a.  Jejeran raja yang dilanjutkan dengan adegan kedhatonan.
Setelah selesai bersidang sidang raja diterima permaisuri untuk bersantap bersama. Jejeran ini melambangkan bayi yang mulai diterima dan diasuh kembali oleh ibunya.
b. Adegan paseban jawi,
melambangkan seorang anak yang sudah mulai mengenal dunia luar.
c. Adegan jaranan (pasukanbinatang, gajah,babi hutan).
Adegan itu melambangkan watak anak yangbelum dewasa dan biasa mempunyai sifat seperti binatang. Anak itu tidak memperhatikan aturan yang ada, tetapi hanya memikirkan diri sendiri.
d. Adegan Perang Ampyak (menghadapi rintangan)
melambangkan perjalanan seorang anak yang sudah beranjak dewasa yang mulai menghadapi banyak kesukaran dan hambatan, namun dapat dilaluinya dengan aman.
e. Adegan sabrangan (raksasa), melambangkan seorang anak yang sudah dewasa tetapi watak-wataknya masih banyak didominasi oleh keangkaraan, emosi dan nafsu.
f Adegan Perang Gagal,suatu perang yang belum diakhiri suatu kemenangan, kekalahan, hanya berpapasan saja, atau masing-masing mencarijalan lain. Adegan ini melambangkan
suatu tataran hidup manusia masih dalam fase ragu-ragu, belum mantap, karena belum ada suatu tujuan yang pasti (Sri Mulyono, 1989 )
Tentang pathet nem ini  R. Ng. Ranggawarsita menjelaskan datam Serat Wedhapurwaka demikian
Pathet nenem. 
Pethet nem rasa kehidupan, dari dua pihak, kedhaton yaitu maknanya, rahsa kumpul dalam kandungan ibu, segera paseban jawi, itu maknanya,bayi sudah lahir di luar, sebrangan diceritakan, bayi sudah berkembang pikirannya, punya ulah segala kehendak, perang gagal artinya, berkembang nafsu. Wulangan yang diterapkan pada pathet nem merupakan .ajaran yang bersumber dan lingkungan hidup batin. Gambaran alam benda dan alam biologis di dalam janturan jejeran.
Pada penggambaran keadaan alam ini diharapkan selalu mengingat kesatuan hidup, meliputi manusia , alam sekitarnya dan kekuasaan Tuhan.
Tata laku dalam alam manusia atau masyarakat disesuaikan dengan tata susila yang berlaku dalam suatu budaya. Namun di sini juga diingat latar belalang kesatuan hidup dan usaha mencari kesempurnaan. Lingkungan hidup alam batin diambil ajaan-ajaran yangmembawa manusia dari rasa nafsu naluri dan rasa keakuan meningkat ke dalam rasa kesusilaan dan pengalaman dalam masyarakat (Abdullah Ciptoprawiro, 1986: 89).
Pathet nem dengan posisi kayon sedikit miring ke kanan melambangkan iman manusia yang harus dipelihara sebaik-baiknya.

Masa Dewasa

Pathet sanga, Periode ini berlangsung pada. pukul  24.00- 04: 30 dengan ditandai gunungan yang berdiri tegak di tengah-tengah kelir seperti pada waktu  mulai pegelaran.
Pathet sanga ini dibagi menjadi tiga jejeran yaitu :

  1. Adegan bambangan, yaitu adegan seorang satria berada ditengah hutan atau sedang menghadap pendeta. Adegan ini melambangkan manusia yang sudah mulai mencari guru untuk belajar ilmu pengetahuan.
  2. Adegan Perang kembang yaitu adegan perang antara raksasa Cakil berwarna kuning, Rambut Geni berwarna merah, Pragaba berwarna hitam, Galiuk berwarna hijau, melawan seorang satria yang diiringi panakawan. Adegan ini melambangkan suatu tataran manusia yang sudah mulai mampu danberani mengalahkan nafsu angkara murka (sufiah, Iawamah, amarah dan muthmainah).
  3. Adegan Jejer Sintren,Yaitu suatu adegan seorang satria yang sudah menetapkan pilihannya dalam menempuh jalan hidupnya (Sri Mulyono, 1989).

Serat Weda Purwaka menerangkan demikian :
........setelah perang gagal pathetnya ganti Sanga sampai tengah malam....
Segera adegan pendhita saat tengah malam ibarat umur manusia yang sudah tengah baya waktunya , ya di situ segala kehendak iramanya sudah berganti serba awas waspada
Sedang perang kembang telah ada kematianannya kalau manusia sudah mampu mengendalikan nafsu memang telah bisa meredam panca indera yang hendak mengotori hati
Wejangan pada pathet sanga ini disampaikan kepada seorang satria oleh dewa, pendeta, pertapa, Semar atau pinisepuh lainnya. wejangan berisikan kesadaran dalam ngudi kasampurnan.

a. Dari linglungan hidup batin meningkat kemampuan rasa kesusilaan sampai kemampuan rasa jati.
b. Perjalanan rnencapai kesempurnaan melalui darma atau kewajiban dengan memperoleh kesaktian atau jaya-kawijayan
c. Wejangan tentang manunggal, kesempurnaan ( Abdullah Ciptoprawiro, 1986: 89)


Masa Tua

Pathet manyura, Periode ini berlangsung dari pukul 03:00-06.00, ditandai dengan gunungan (kayon) condong ke kanan. Pathet manyuya ini dibagi menjadi tiga jejeran yaitu:

a. Jejer Manyura
Tokoh utama adegan ini sudahberhasil dan mengetahui dengan jelas akan tujuan hidupnya. Mereka sudah dekat dengan sesuatu yang dicita-citakan.
b. Adegan Perang Brubuh
Yaitu suatu adegan perang yang diakhiri dengan suatu kemenangan dan banyak jatuh korban. Adegan ini melambangkan suatu tataran manusia yang sudah dapat rnenyingkirkan segala hambatan hingga berhasil mencapai tujuannya.
c. Tancep Kayon
Penutup pergelaran wayang tersebut, diadakan tarian Bima atau Bayu yang berarti angin atau nafas.
Kemudian gunungan (kayon) ditancapkan di tengah tengah kelir lagi. Adegan yangt erakhir ini meiambangkan proses maut, jiwa meninggalkan alam fana dan menuju kepada kehidupan alam baqa, kekal dan abadi (Sri Mulyono, 1989 ).
R. Ng. Rangga-warsita dalam S erat Wedhapurwaka menerangkan:

Saat sudah sampai lewat malam iramanya berganti disebut patltet manyura nah di situ ibarat manusia telah terkena sakit mendekati kematian Waktunya sudah menginjak pagi bubar tancep kayon yaitulah ibaratnya orang telah merasa sakit sekali tiba saat maut terkena cobaan
Aneka ujian menuju kematian mengeroyok mengepung jika lupa tak sampai kesejatian Bratasena yang mengakhiri perang artinya begini Bayusiwi ini angin kecil padahal angin manusia yaitu napas jantung tempatrya di situ dalam sakaratul maut napas yang mengakhiri diam lalu meninggal

Tidak ada komentar: