Setiap manusia, tanpa mengenal ras, bangsa, suku, dan agama; selalu mempunyai
Dewa Ruci-nya sendiri-sendiri. Ia adalah hati kecil kita, yang selalu
mengingatkan kita. Ia merupakan mata hati kita, yang selalu melihat secara
jernih, segala hal di sekeliling kita, tanpa terpengaruh apapun. Karenanya, Dewa
Ruci, selalu 'manjing' di dalam diri kita, yang diibaratkan sebagai Bima.
Dewa Ruci mewakili hati kecil kita, yang tidak bisa dibohongi, tidak bisa
dibeli, tidak bisa diubah pendiriannya, jujur, dan selalu mengingatkan diri kita
tentang berbagai hal yang kita akan, sedang, dan sudah lakukan.
Bima yang 'orang biasa', sebenarnya mewakili bagian dari diri 'wadhag' kita yang
bersikap lugu, jujur, dan apa adanya. Setiap manusia, pasti mempunyai sifat ini,
meskipun seringkali tertutup dengan sifat dan peri-laku lainnya yang mendominasi
kehidupan kita.
Sebagai manusia biasa, seringkali kita berhadapan dengan berbagai hal dan
peristiwa, yang bisa membuat kita kehilangan keteguhan hati, kesetiaan, semangat
hidup, dan semangat juang. Sesekali, kita pasti merasakan juga seakan-akan dunia
sudah melupakan kita, atau seakan menghilangkan peran kita. Karenanya, kita
seringkali menjadi jengkel, marah, atau mungkin saja timbul dendam kesumat,
terhadap sesuatu hal yang kita hadapi. Akibatnya, bisa saja kita lalu bersikap
masa bodoh. Jika kesedihan kita sedemikian memuncaknya, maka mungkin saja kita
membuat keputusan yang jauh lebih drastis dari pada yang kita bayangkan, yaitu
mengakhiri hidup kita. Mungkin, maksud kita mau melupakan semua hal yang
merumitkan dan menyulitkan kehidupan kita. Tetapi, apakah benar seperti itu,
jalan yang hendak kita jalani?
Sebagai manusia biasa, kita bisa saja membuat keputusan dan tindakan yang bagi
orang lain merupakan suatu tindakan konyol. Tetapi, jika kita mulai memahami
segala hal secara jernih, sangat mungkin hal itu tidak akan terjadi. Tetapi,
siapakah yang mengingatkan kita pertama kali tentang apa yang kita pikirkan dan
hendak kita lakukan. Apakah kita selalu merenungkan hal ini? Kita seringkali
merasa sendirian, tak mempunyai teman, tak mempunyai sahabat, merasakan kesepian
yang luar biasa. Bahkan perasaan ini juga bisa timbul saat kita berada di tempat
yang sangat ramai.
Intinya, kita sebagai pengejawantahan Bima, bisa saja mencapai suatu tahap
'suci' (seperti diceritakan dalam pewayangan, pada lakon 'Bima Suci'), jika kita
mau mendengar apa yang dikatakan oleh Dewa Ruci, hati kecil kita. Dengan
demikian, jika kita mau berlaku seperti itu, maka akan mengalami kehidupan yang
jauh lebih baik, lebih damai, serta bisa mengerti dan menerima, mengapa orang
memperlakukan kita dengan suatu perlakuan tertentu (kadang-kadang kita
diperlakukan secara baik, kadang-kadang kita diperlakukan secara buruk).
Jika mengerti berbagai hal itu, maka sama dengan kita mulai mengerti siapa diri
kita, siapa jati diri kita, mengerti untuk apa kita ada, dan akhirnya juga
kepada siapa kita akan kembali nanti. Seperti sering diceritakan oleh Ki Dhalang
dalam dunia pewayangan, "mangerti sangkan paraning dumadi".

Tidak ada komentar:
Posting Komentar