Masa Kemerdekaan Republik Indonesia
Keadaan ekonomi di Indonesia pada awal kemerdekaan ditandai dengan hiperinflasi akibat peredaran beberapa mata uang yang tidak terkendali, sementara Pemerintah RI belum memiliki mata uang. Ada tiga mata uang yang dinyatakan berlaku oleh pemerintah RI pada tanggal 1 Oktober 1945, yaitu mata uang Jepang, mata uang Hindia Belanda, dan mata uang De Javasche Bank. . Mata uang Hindia Belanda dan mata uang De Javasche bank Diantara ketiga mata uang tersebut yang nilai tukarnya mengalami penurunan tajam adalah mata uang Jepang. Peredarannya mencapai empat milyar sehingga mata uang Jepang tersebut menjadi sumber hiperinflasi. Lapisan masyarakat yang paling menderita adalah petani, karena merekalah yang paling banyak menyimpan mata uang Jepang.
Mata uang Jepang (Dai Nippon Teikoku Seihu) Kekacauan ekonomi akibat hiperinflasi diperparah oleh kebijakan Panglima AFNEI (Allied Forces Netherlands East Indies) Letjen Sir Montagu Stopford yang pada 6 Maret 1946 mengumumkan pemberlakuan mata uang NICA di seluruh wilayah Indonesia yang telah diduduki oleh pasukan AFNEI. Kebijakan ini diprotes keras oleh pemerintah RI, karena melanggar persetujuan bahwa masing-masing pihak tidak boleh mengeluarkan mata uang baru selama belum adanya penyelesaian politik.
Namun protes keras ini diabaikan oleh AFNEI. Mata uang NICA digunakan AFNEI untuk membiayai operasi-operasi militernya di Indonesia dan sekaligus mengacaukan perekonomian nasional, sehingga akan muncul krisis kepercayaan rakyat terhadap kemampuan pemerintah RI dalam mengatasi persoalan ekonomi nasional. Karena protesnya tidak ditanggapi, maka pemerintah RI mengeluarkan kebijakan yang melarang seluruh rakyat Indonesia menggunakan mata uang NICA sebagai alat tukar.
Langkah ini sangat penting karena peredaran mata uang NICA berada di luar kendali pemerintah RI, sehingga menyulitkan perbaikan ekonomi nasional. Mata Uang NICA Oleh karena AFNEI tidak mencabut pemberlakuan mata uang NICA, maka pada tanggal 26 Oktober 1946 pemerintah RI memberlakukan mata uang baru ORI (Oeang Republik Indonesia) sebagai alat tukar yang sah di seluruh wilayah RI. Sejak saat itu mata uang Jepang, mata uang Hindia Belanda dan mata uang De Javasche Bank dinyatakan tidak berlaku lagi. Dengan demikian hanya ada dua mata uang yang berlaku yaitu ORI dan NICA. Masing-masing mata uang hanya diakui oleh yang mengeluarkannya. Jadi ORI hanya diakui oleh pemerintah RI dan mata uang NICA hanya diakui oleh AFNEI. Rakyat ternyata lebih banyak memberikan dukungan kepada ORI. Hal ini mempunyai dampak politik bahwa rakyat lebih berpihak kepada pemerintah RI dari pada pemerintah sementara NICA yang hanya didukung AFNEI.
Setelah perjanjian damai yang dinegosiasikan di Den Haag tahun 1949, ‘ORI’ (embel embel ‘sen’) ditarik dari peredaran untuk digantikan dengan uang yang diakui secara internasional yaitu ‘ rupiah Indonesia ‘.
Sejak 2 November 1949, empat tahun setelah merdeka, Indonesia menetapkan Rupiah sebagai mata uang kebangsaannya yang baru. Namun, mata uang itu belum dipakai secara utuh di seluruh nusantara.
Kepulauan Riau dan Irian Barat memiliki variasi rupiah mereka sendiri, tetapi penggunaan variasi rupiah dibubarkan pada tahun 1964 di Riau dan 1974 di Irian Barat.
Oeang Republik Indonesia
Seri 1, ’1945 ‘
Uang ORI pertama kali dicetak pada tahun 1946 dan mulai diberlakukan pertama kali di Jawa pada 10 Oktober 1946 dengan pecahan 1, 5 dan 10 sen, ditambah ½, 1, 5, 10, dan 100 rupiah.
1 sen, Tahun 1945
5 Sen, Tahun 1945
1 Rupiah, Tahun 1945
100 Rupiah, Tahun 1945
Seri 2, ’1 Januari 1947 ‘
Seri kedua dari ORI diterbitkan dari ‘Yogyakarta’, karena saat itu ibu kota negara Indonesia berpindah dari Jakarta ke Yogyakarta. Uang seri ke-2 ini dicetak dengan emisi 1 Januari 1947 dengan pecahan 5, 10, 25, dan 100 rupiah.
25 Rupiah, Tahun 1947
100 Rupiah, Tahun 1947
Seri 3, ’26 Juli 1947 ‘
Untuk edisi baru berikutnya adalah dengan emisi 26 Juli 1947 yang terdiri dari pecahan ½, 2 ½, 25, 50, 100, dan 250 rupiah.
1/2 Rupiah, Tahun 1947
100 Rupiah, Tahun 1947
Seri 4, ’23 Agustus 1948 ‘
Uang kertas baru dikeluarkan oleh pemerintah nasional pada tahun 1948, dalam pecahan yang aneh seperti 40, 75 100, dan 400 rupiah, ditambah sebuah uang 600 rupiah.
Pada tanggal 19 Desember 1948, Belanda merebut Yogyakarta kembali sehingga kantor pusat bank sentral Republik Bank Negara Indonesia kembali menjadi ke De Javasche Bank dan kantor DJB juga dibuka kembali di Surakarta dan Kediri .
Direncanakan pada tahun 1949 untuk merevaluasi nilai tukar rupiah (yang saat itu banyak beredar di Jawa). Untuk itu, ” Rupiah Baru ” dicetak dan tidak diterbitkan di Jawa, tetapi di daerah di luar Jawa seperti beberapa dikeluarkan di Sumatera, Irian dan lainnya. Pecahan yang dicetak adalah 10 sen (biru atau merah), ½ (hijau atau merah), 1 (ungu atau hijau), 10 (hitam atau coklat), 25, dan 100 rupiah.
75 Rupiah, 1948
600 Rupiah, Tahun 1948
Perundingan damai dengan Belanda dinegosiasikan di Den Haag pada bulan November 1949, menghasilkan kesepakatan salah satunya bahwa De Javasche Bank menjadi bank sentral atau bank utama di Indonesia , dan cetakan pertama rupiah yang dikeluarkan pasca kemerdekaan setidaknya harus sama seperti mata uang keluaran sebelumnya. Maka diputuskan bahwa De Javasche sebagai Bank tanggal hanya akan merevisi uang dibagian warna, seperti uang kertas 5 gulden berubah dari ungu ke merah dan hijau, 10 gulden dari hijau ke ungu, dan 25 gulden dari merah ke hijau. Selain itu, 50 gulden, 100 gulden, 500 gulden, dan 1000 gulden mulai ditambahkan, dan tertulis tahun emisi 1946.
Karena adanya uang kertas 10 dan 25 sen (yang masih menjadi alat pembayaran yang sah dan masih akan terus dicetak), maka terjadi kesenjangan antara 25 sen Indonesia dan 5 gulden De Javasche Bank. Maka diisilah dengan cetakan 1/2 rupiah, 1 rupiah, dan 2 ½ rupiah, yang semua tertulis tahun emisi 1948. Kata-kata di uang kertas inimirip dengan pecahan 5 gulden keatas, tapi teks bahasa Indonesia (‘roepiah’) ditempatkan di atas tulisan berbahasa Belanda (‘gulden’).
Uang kertas itusemua diprint / dicetak oleh Johan Enschede en Zonen (the Dutch printer).
5 Gulden-Rupiah, Tahun 1946
1000 Gulden-Rupiah, 1946
2,5 Gulden-Rupiah, Tahun 1948
10 Sen, Tahun 1949
Republik Indonesia Serikat money
“Republik Indonesia Serikat” atau RIS mengeluarkan undang-undang pada tanggal 2 Juni 1950 yang memungkinkan Indonesia untuk mengeluarkan uang kertas baru, yaitu pecahan 5 dan 10 rupiah. Namun hal ini tidak bertahan lama, karena RIS dibubarkan pada 17 Agustus 1950 (5 tahun setelah deklarasi kemerdekaan yang sebenarnya).
Uang uang tersebut dicetak oleh Thomas De La Rue dari Inggris dan memiliki tanggal emisi ’1 Januari 1950 ‘ yang tertulis pada uang kertas tersebut.
10 Rupiah, Tahun 1950
5 Rupiah, Tahun 1950
Nasionalisasi De Javasche Bank: Uang kertas pertama Republik Indonesia
Dengan nasionalisasi De Javasche Bank melalui Undang-Undang Darurat tahun 1951, telah ditetapkan bahwa pemerintah akan mampu mengeluarkan uang pecahan 1 dan 2 ½ rupiah. Dengan demikian, uang kertas ‘ Republik Indonesia ‘ tahun emisi 1951 dikeluarkan pada pecahan 1 dan 2 ½ rupiah.
Uang Kertas Pemerintah: Republik Indonesia, pertama seri (lanskap), 1951, dicetak oleh Perusahaan Percetakan Uang Kertas Keamanan (AS)
1 Rupiah, Tahun 1951
Pembentukan Bank Indonesia dari De Javasche Bank: kedua Republik Indonesia uang kertas
Dengan transformasi dari DJB menjadi Bank Indonesia, Undang-Undang Darurat tahun 1951 diperbaharui menjadi Undang-undang Mata Uang 1953, dan uang kertas 1 dan 2 ½ rupiah tahun emisi 1951 dikeluarkan kembali dengan ditambah tanda tangan Menteri Keuangan dan tahun emisi 1953.
Uang Kertas Pemerintah: Republik Indonesia, seri kedua (lanskap), 1953, dicetak oleh Perusahaan Percetakan Uang Kertas Keamanan (AS)
1 Rupiah, Tahun 1953
1953-1954: Uang Kertas Pertama Bank Indonesia
Uang kertas baru dari De Javasche Bank yang telah dinasionalisasi menjadi ‘ Bank Indonesia ‘ telah siap diedarkan dengan tahun emisi 1952 dalam pecahan mulai dari 5, 10, 25, 50, 100, 500, dan 1000 rupiah, ditandatangani oleh Indra Kasoema sebagai Direktur, dan Sjafruddin Prawiranegara sebagai Gubernur. Uang kertas mulai beredar dari Juli 1953 sampai November 1954.
1952; Uang Kertas Bank Indonesia (‘ seri budaya ‘)
5 Rupiah, Tahun 1952
100 Rupiah, Tahun 1952
Meski telah memiliki uang kertas baru sendiri dan uang kertas yang bertuliskan nama DJB seharusnya tidak lagi dicetak, namun pada kenyataannya uang bertuliskan DJB beredar sejak 1950. Sehingga beberapa Uang kertas DJB tua dicabut, diantaranya sebagai berikut:
- 2 Maret 1956: Uang kertas 1000 gulden emisi ’1946 ‘ yang berasal dari tahun 1950 ditarik dari peredaran dan efektif pada tanggal 5 Maret 1959, karena pemalsuan merajalela.
- 22 November 1957: Uang kertas DJB pecahan 1 dan 2 ½ rupiah emisi ’1948 ‘ ditarik, efektif 1 Desember 1957, karena denominasi uang kertas adalah hak penerbitan pemerintah di bawah Undang-undang Mata Uang 1914 yang berlaku dan karenanya De Javasche Bank sudah tidak lagi memiliki otoritas untuk menangani masalah uang.
Beberapa uang kertas pemerintah Hindia Belanda (semua pecahan rendah) yang masih sah dan kemudian dicabut antara lain sebagai berikut:
- 1 Januari 1954: semua uang kertas pemerintah ‘Nederlandsch Indie’ pecahan 1 / 2, 1, dan 2 ½ gulden ditarik dari peredaran karena semua uang ituberasal dari awal Perang Dunia 2, 1940
- 1 Januari 1957: Uang kertas ‘ Indonesia ‘ pecahan 10 sen dan 25 sen ’1947′ ditarik (uang ini dikeluarkan oleh Republik Indonesia)
Pada tahun 1954, pemerintah Indonesia mendesain ulang uang kertas pecahan 1 dan 2 ½ rupiah, kemudian mengganti tahun emisi dan tanda tangan Menteri Keuangan yang baru di tahun 1956.
Uang Kertas Pemerintah: Republik Indonesia, seri ketiga (orang etnis), 1954, dicetak oleh Pertjetakan Kebajoran
2,5 Rupiah, tahun 1954
Uang Kertas Pemerintah: Republik Indonesia, seri keempat (orang etnis), 1956, dicetak oleh Pertjetakan Kebajoran
2,5 Rupiah, Tahun 1956
1958-1959 seri Hewan – Seri Kedua dari Uang Kertas Bank Indonesia
Pada tahun 1957, Gubernur Bank Indonesia Sjafruddin Prawiranegara menugaskan Thomas De La Rue & Co untuk membuat uang kertas seri baru. Namun, karena keterlibatan Syafruddin dengan PRRI maka ia digantikan oleh Loekman Hakim pada Januari 1958 sebagai gubernur . Spesimen yang diproduksi dalam pecahan 5, 10, 25, 50, 100, 500, 1000, dan 5000 rupiah, dan yang pertama kali diedarkan adalah pecahan 100 dan 1000 rupiah.
Masalah keuangan agak terganggu oleh devaluasi mata uang pada 24 Agustus 1959, sehingga 500 (harimau) dan 1000 (gajah) rupiah didevaluasi menjadi 50 (buaya) dan 100 rupiah (tupai) pada September 1959. Untuk 2500 dan 5000 rupiah dinyatakan tidak perlu untuk devaluasi. Untuk 2500 Rupiah pada akhirnya terbit tiga tahun kemudian karena inflasi yang terus naik, sedangkan mata uang pecahan 5000 rupiah tidak pernah diterbitkan. Pecahan 10 dan 25 rupiah hanya diedarkan selama 3 hari, meskipun mereka tetap menjadi alat pembayaran yang sah.
Di samping 8 uang kertas yang sedang didesain, Loekman juga menugaskan membuat uang kertas baru, 2500 rupiah. Terlepas dari uang kertas 100 dan 1000 rupiah, uang kertas pecahan yang juga tinggi yaitu 500 rupiah dirilis pada tanggal 6 Januari 1959.
Seri Hewan (not dated, pertama dicetak 1957, kecuali untuk 2500 rupiah), semua dicetak Thomas De La Rue
5000 Rupiah, Tahun 1957
1959: Indonesia Pertama dirancang catatan, seri ‘kerajinan’
8 September 1959, Indonesia murni pertama kali merancang uang kertas dan diterbitkan oleh percetakan negara ‘Pertjetakan Kebajoran’ yaitu uang kertas pecahan 5 dan 100 rupiah.
5 Rupiah, Tahun 1959
1960: Uang Kertas Bunga Thomas De La Rue dan Burung
Satu lagi rangkaian uang kertas baru, kali ini dengan seri ‘bunga’ yang diterbitkan oleh Bank Indonesia pada tahun 1960 (memperlihatkan bunga di bagian depan dan burung di sebaliknya), tertanggal emisi 1 Januari 1959, namun diterbitkan pada tahun 1960. uang uang kertas ini dicetak oleh Thomas De La Rue & Co Ltd dari Inggris.
Seri bunga dan burung, tertanggal ’1 Januari 1959 ‘, diterbitkan pada tahun 1960, dicetak oleh Thomas De La Rue
1000 Rupiah, tahun 1959
1960-1961: uang kertas Pemerintah
Sebuah desain uang kertas pemerintah Indonesia yang baru untuk pecahan 1 dan 2 ½ rupiah diterbitkan pada tahun 1960 memperlihatkan buruh tani, tertanggal emisi 1961 dengan tanda tangan Menteri Keuangan yang baru.
Uang Kertas Pemerintah: Republik Indonesia, seri kelima (tema pertanian), 1960, dicetak oleh Pertjetakan Kebajoran
2,5 Rupiah, Tahun 1960
Uang Kertas Pemerintah: Republik Indonesia, seri keenam (tema pertanian), 1961, dicetak oleh Pertjetakan Kebajoran
2,5 Rupiah, Tahun 1961
1961-1964: seri Lengkap kerajinan
Indonesia juga mengeluarkan uang kertas dengan seri kerajinan tangan menggantikan TDLR pada tahun 1961 dan 1962, dengan pecahan 5 sampai 1000 rupiah.
100 Rupiah, Tahun 1958
1000 Rupiah, Tahun 1964
Karena terjadinya inflasi, Uang kertas pecahan 2.500 rupiah dengan desain ‘hewan’ akhirnya diterbitkan pada bulan September 1962, kemudian menjadi pecahan teratas. Suatu respon lanjutan terhadap inflasi yang datang maka diterbitkannya pecahan 5000 (coklat) rupiah tertanggal emisi 1958 pada bulan Oktober 1963. Pada bulan Agustus 1964, dirasa perlu untuk menambahkan uang kertas 10.000 rupiah (merah), tertanggal emisi ’1964 ‘, melengkapi seri buruh kasar (manual workers).
1965: Pembaruan Uang Kertas seri Kerajinan
Pada tahun 1965, di tengah inflasi yang melonjak, semua uang kecuali 5 rupiah kebawah dan 500 rupiah dengan seri kerajinan tangan direvisi dan diterbitkan kembali.
Uang kertas dengan gambar Kerajinan / rumah asli Indonesia , dicetak oleh Pertjetakan Kebajoran, diterbitkan tahun 1965 – seri kedua
1000 Rupiah, Tahun 1958
10000 Rupiah, Tahun 1964
1965-1968: seri pertama uang kertas (‘ Soekarno ‘)
Hiperinflasi awal tahun 1960-an mengakibatkan pembacaan ‘rupiah baru’ dianggap hanya senilai 1.000 rupiah lama.
Penarikan uang lama berarti sama dengan penerbitan uang kertas baru, dengan Keputusan Presiden 13 Desember 1965. Keputusan resmi Bank Indonesia untuk menerbitkan uang kertas fraksional untuk pertama kalinya (meski uang pecahan 1 dan 2 ½ rupiah masih dikeluarkan oleh pemerintah sendiri), dalam pecahan 1, 5, 10, 25, dan 50 sen tertanggal emisi 1964 menampilkan gambar para ‘sukarelawan’. Tetapi kenyataannya bahwa rupiah hanya didevaluasi 10, bukan 1000 kali, sehingga membuatnya tidak berharga pada saat penerbitan dan jutaan uang kertas tidak pernah diedarkan.
Semua uang kertas yang tersisa menampilkan Presiden Soekarno pada bagian depan, dan berbagai penari disebaliknya; seri iniditerbitkan oleh ‘ Republik Indonesia (ORI) ‘ dalam pecahan 1 dan 2 ½ rupiah tertanggal emisi 1964, dan Bank Indonesia tertanggal emisi 1960 dalam bentuk pecahan 5, 10, 25, 50 , dan 100 rupiah; Uang kertas mulai dari pecahan 500 sampai 10.000 rupiah dianggap tidak perlu dikeluarkan karena terjadinya devaluasi.
2,5 Sen, Tahun 1964
50 Sen, Tahun 1964
1000 Rupiah, Tahun 1960
1968-1970: Uang kertas seri kedua (‘Sudirman’)
Pada tahun 1968 masa Orde Baru Suharto telah dibentuk, dan Bank Indonesia sejak 1968 diberi hak tunggal untuk mengeluarkan / mengedarkan uang kertas (termasuk uang di bawah 5 rupiah) serta uang logam (yang sebelumnya menjadi persoalan pemerintah pusat) dengan demikian ORI sudah tidak diterbitkan lagi.
Oleh karena itu, edisi uang kertas baru dari pecahan 1 sampai 1.000 rupiah, tertanggal emisi 1968 semuanya dari Bank Indonesia. Uang kertas baru kali inimenampilkan pahlawan revolusi Jenderal Sudirman, didukung oleh berbagai macam pemandangan berbagai industri. Uang kertas ituditerbitkan pada tahun 1968 dan 1969. Pada tahun 1970, uang kertas dengan tema yang sama (tapi menggunakan watermark yang berbeda) pecahan 5.000 dan 10.000 rupiah juga diedarkan, sehingga memulihkan pecahan uang yang sama dengan yang telah beredar sebelum terjadi devaluasi tahun 1965.
Uang kertas edisi Sudirman / industri, ’1968′, Bank Indonesia: Uang kertas seri Kedua pasca-devaluasi, Dicetak oleh PN Pertjetakan Kebajoran
50 Rupiah, Tahun 1968
Seri Diponegoro (tidak diterbitkan)
Sebuah seri baru uang kertas Indonesia kali inidimulai dari pecahan 100 rupiah, didesain dengan tema Diponegoro pada tahun 1971 (tapi dicetak tanpa tanggal emisi), namun seri ini tidak pernah diterbitkan, meskipun uang kertas pecahan 1000 rupiah pada seri ini kemudian ditambahkan tanggal emisi dan diterbitkan pada tahun 1976 , namun bagian belakang pada uang pecahan 5000 rupiah (seri ini ) juga digunakan untuk uang kertas 5000 rupiah tahun 1976, tetapi dengan desain bagian depan yang baru (bukan diponegoro lagi).
Rangkaian pembatalan uang kertas iniadalah yang terakhir di Indonesia dengan tema yang konsisten, yaitu uang kertas baru biasanya mempertahankan warna yang sama dengan yang lama dari pecahan yang sama.
10000 Rupiah, Tahun 1971
1976-1978: Uang Kertas seri ketiga; rupiah baru
Karena pemalsuan uang kertas seri Sudirman yang merajalela, semua uang kertas pecahan 1.000, 5.000 dan 10.000 rupiah didesain ulang, tertanggal emisi 1975 dan diterbitkan pada tahun 1976. Uang kertas Sudirman 1000 rupiah keatas ditarik dari peredaran secara resmi tanggal 1 September 1977.
Pendesainan ulang uang kertas pecahan 100 dan 500 rupiah diikuti pada tahun 1978, sehingga melengkapi seri ketiga dari uang kertas yang akan diterbitkan sejak devaluasi mata uang tahun 1965.
10000 Rupiah, Tahun 1971
Selama periode tahun 1970-an, Bank Indonesia mengeluarkan 6 macam pecahan yang terdiri dari:
- 100 badak – 1977
- 500 anggrek – 1977
- 1000 Diponegoro – 1975
- 5000 nelayan – 1975
- 10000 relief candi Borobudur – 1975
- 10000 gamelan – 1979 (Lihat dibawah)
Dari ke 6 macam uang kertas iniyang paling sulit ditemukan dan tentu saja bernilai paling tinggi adalah pecahan 10.000 relief candi Borobudur karena mempunyai motif dan gambar yang sangat menarik selain bergambar relief candi Borobudur di bagian depan juga gambar barong di bagian belakang sehingga sangat digemari oleh kolektor mancanegara.
1979-1982: Uang Kertas rupiah baru Seri 4
Pada tahun 1979, uang kertas pertama kali yang perlu diganti lagi adalah 10.000 rupiah (pada saat itubernilai sekitar US $ 16). Selanjutnya uang kertas didesain ulang dan diikuti disemua pecahan kecuali 100 rupiah pada tahun 1980 dan 1982.
Uang kertas rupiah ’1979 ‘, ’1980′, ’1982′, dicetak oleh Perum Peruri
10000 Rupiah, Tahun 1979
5000 Rupiah, Tahun 1980
500 Rupiah, Tahun 1982
1985-1988: Uang Kertas rupiah baru seri 5
Uang kertas 100 rupiah yang berasal dari tahun 1977 akhirnya digantikan pada tahun 1985, penggantian semua uang pecahan diikuti pada tahun 1985, 1987 dan 1988.
100 Rupiah, Tahun 1984
500 Rupiah, Tahun 1984
5000 Rupiah, Tahun 1988
1992: Seri keenam uang kertas rupiah baru
Di tahun 1992 terlihat suatu perbaikan yang lengkap dari semua pecahan uang kertas untuk pertama kalinya sejak 1968. Selain itu, pecahan baru uang kertas 20.000 rupiah juga ditambahkan dengan nilai US $ sekitar $ 10 pada saat itu. iniadalah pecahan baru pertama sejak 10.000 rupiah diterbitkan pada bulan April 1970 (saat itusenilai sekitar US $ 26).
Sebelum tahun 1990-an di bagian bawah setiap uang kertas tercantum tulisan seperti berikut:
HERU SEOROSO DEL pada pecahan 100 rupiah 1984
SOERIPTO DEL pada pecahan 500 rupiah 1988
Kata Del berasal dari kata delineavit yang berarti “di gambar oleh”, sehingga Soeripto DEL artinya “di gambar oleh Soeripto” demikian juga dengan Heru Soeroso DEL artinya “di gambar oleh Heru Soeroso”.
Dari sinilah edisi ke depannya, sejak memasuki tahun 1990-an, maka uang kertas kita tidak lagi mencantumkan kata-kata tersebut. Sebagai gantinya uang kertas Indonesia, tahun emisi dituliskan dalam bentuk teks kecil di tepi uang kertas (pojok bawah), dan tahun yang paling menonjol pada uang kertas ituadalah tahun kewenangan (misalnya, “Direksi 1992″).
Date of Authority printed in the middle of the note
1000 Rupiah – 1992 Series printed in year 1994. “PERUM PERCETAKAN UANG RI IMP 1994″ represents The Indonesia Currency mint 1994
Cetakan Rupiah seri ’1992′, dicetak oleh Perum Peruri
10000 Rupiah, Tahun 1992
1993: Peringatan Soeharto – 50.000 rupiah
Pada tahun 1993 sebuah uang kertas 50.000 rupiah (bernilai sekitar US $ 22) diterbitkan untuk merayakan “25 Tahun Pembangunan” dibuat dengan bahan polimer dan berhologram, uang iniditerbitkan secara terbatas hanya lima juta lembar saja, dan dalam bungkus penyajian / cover / folder dijelaskan rencana 25-tahun pertumbuhan sejak tahun 1969, dengan harga nilai nominal ganda : 100.000 rupiah. Desain inimenampilkan Soeharto di bagian depan dan bandara Soekarno-Hatta di bagian belakang, dengan sebuah pesawat yang sedang lepas landas melambangkan pertumbuhan Indonesia. Namun, diyakini karena penjualan yang buruk, beberapa uang polimer dikurangi. Sebuah versi lain berbahan kertas namun dengan desain serupa juga dicetak pada tahun 1993 dan 1994.
Uang kertas Rupiah seri Soeharto ’1993′
1995: penambahan benang pengaman pada uang kertas 1992/1993 ke atas
Pada tahun 1995 menjadi tahun pengenalan bagi benang pengaman untuk uang kertas Indonesia, sebuah fitur baru di semua uang kertas pecahan besar (10.000 keatas) dengan ’1995 Direksi’ dan yang lebih baru. Uang kertas 20.000 rupiah (tahun emisi 1992) dan 50.000 (emisi 1993) juga diberi benang pengaman.
50000 Rupiah, Tahun 1995
Perbaruan untuk pecahan tinggi, diperkenalkannya 100.000 rupiah
Uang kertas pecahan tinggi, 10.000, 20.000 dan 50.000 rupiah diganti pada tahun 1998 dan 1999. Ditambahkan juga sebuah uang polimer baru 100.000 rupiah (pada saat ituhanya bernilai sekitar US $ 10) diimpor dari Australia. Uang 100.000 initidak lagi dicetak menyusul pengenalan desain baru pada tahun 2004-2005 dan tidak lagi menjadi alat pembayaran yang sah sejak 31 Desember 2008, meskipun uang 100.000 initetap dapat ditukarkan di kantor Bank Indonesia hingga 10 tahun lebih lanjut.
Dalam menerbitkan uang polimer, Indonesia mempunyai maksud tertentu, dan inilah penjelasannya :
Bank Indonesia akan mengeluarkan uang dalam pecahan Rp100.000 pada tanggal 1 November 1999 sebagai alat pembayaran resmi. “Uang ituakan dibuat dari substrat polimer (plastik) yang lebih tahan lama dan sulit untuk dipalsukan dari pada bahan kertas” dikutip dari gubernur Bank Indonesia, Syahril Sabirin. Untuk menghindari penipuan, uang tersebut telah dilengkapi dengan elemen anti pemalsuan yang dapat dilihat secara kasat mata dan dapat disentuh agar masyarakat akrab dengan keaslian uang.
Gubernur Bank Indonesia menjelaskan bahwa penerbitan uang dengan emisi baru iniadalah untuk mempermudah dan mempercepat transaksi tunai. Gambar utama di depan uang adalah Dr Ir. Soekarno dan Dr H. Mohammad Hatta, sementara di sisi lainnya bergambar gedung DPR yang bertujuan untuk mempromosikan penghargaan kami kepada keduanya dan lembaga tertinggi untuk nilai demokratis mereka.
Penerbitan diumumkan dalam Berita Negara tahun 1999 nomor 206, sementara itubank-bank, kantor pos dan kantor kantor pelayanan masyarakat akan menerima poster uang sebagai pengumuman penerbitan di kantor mereka dan di tempat umum lainnya. Pengumuman inijuga tersedia di situs web Bank Indonesia.
50000 & 100.000 Rupiah, Tahun 1999
Uang pecahan 100.000 rupiah bergambar Sukarno Hatta inimerupakan uang polimer kedua yang diterbitkan oleh Indonesia. Sampai saat inisekitar 36 negara yang sudah menerbitkan uang berbahan dasar polimer, sehingga mengoleksi uang polimer sudah menjadi cabang numismatik tersendiri.
Seri saat ini
Uang pecahan rendah, 2000 dan 2001
Pecahan rendah, 1.000 dan 5.000 rupiah diperbarui pada tahun 2000 dan 2001 dengan gambar pahlawan nasional, dan terus akan dicetak hingga hari ini. Pecahan terendah sebelumnya, 100 dan 500 rupiah sudah tidak adalagi karena rupiah telah jatuh nilainya hingga 80% dibanding pecahan edisi sebelumnya pada tahun 1992.
1000 Rupiah, Tahun 2000
5000 Rupiah, Tahun 2001
Pembaruan pecahan tinggi 2004/2005
Uang kertas pecahan 10.000 – 100.000 diganti pada tahun 2004 dan 2005, dan uang 100.000 kembali ke desain kertas dan dicetak di Indonesia . sebagai catatan, polimer ternyata menyulitkan mesin bank untuk melakukan penghitungan, dan sebaiknya semua uang kertas diberi perangkat anti-pemalsuan saja (tidak dibuat dengan bahan polimer).
100000 Rupiah, Tahun 2004
50000 Rupiah, Tahun 2005
Uang kertas baru 2000 rupiah
Setelah tertunda beberapa kali, menyusul pengumuman awal bahwa uang kertas pecahan 2000 rupiah akan menggantikan uang 1000 rupiah sebagai pecahan terendah, pecahan baru, 2.000 rupiah akhirnya resmi dirilis, dan beredar bersamaan dengan pecahan lainnya pada bulan Juli 2009. Selain uang pecahan 2000 rupiah ini, Bank Indonesia mengeluarkan uang kertas baru yang ditandatangani oleh Budiono. Walaupun bergambar sama, uang kertas 2009 mempunyai beberapa ciri yang berbeda antara lain :
- Tanda tangan Gubernur BI yang berbeda
- Tahun di bagian depan tercetak 2009
- Tahun emisi yang tercetak di bagian bawah uang masih tetap sesuai dengan tahun pertama kali uang diterbitkan.
Rupiah seri ’2009′ (Gubernur : Miranda S. Goeltom) – Printed by Perum Peruri
2000 Rupiah, Tahun 2009
Rupiah seri ’2009′ (Gubernur : Boediono) – Printed by Perum Peruri
50000 Rupiah Tahun 2009
100000 Rupiah, Tahun 2009
Dengan demikian uang yang berlaku hingga saat ini bisa dibilang dari seri 2000. Di seri ini, pecahan uang kertas (dari tahun 2000) memiliki pola yang sama (mirip) sehingga menyerupai satu seri. Mungkin dengan demikian kita bisa menyebut seri tahun 2000-an ini dengan seri pahlawan.
Sampai saat ini berarti semua pecahan uang kertas telah diganti dengan uang baru yang lebih baik dalam segala hal termasuk desain, kualitas maupun keamanannya.

Masa Kemerdekaan Republik Indonesia Keadaan ekonomi di Indonesia pada awal kemerdekaan ditandai dengan hiperinflasi akibat peredaran beberapa mata uang yang tidak terkendali, sementara Pemerintah RI belum memiliki mata uang. Ada tiga mata uang yang dinyatakan berlaku oleh pemerintah RI pada tanggal 1 Oktober 1945, yaitu mata uang Jepang, mata uang Hindia Belanda, dan mata uang De Javasche Bank. . Mata uang Hindia Belanda dan mata uang De Javasche bank Diantara ketiga mata uang tersebut yang nilai tukarnya mengalami penurunan tajam adalah mata uang Jepang. Peredarannya mencapai empat milyar sehingga mata uang Jepang tersebut menjadi sumber hiperinflasi. Lapisan masyarakat yang paling menderita adalah petani, karena merekalah yang paling banyak menyimpan mata uang Jepang. Mata uang Jepang (Dai Nippon Teikoku Seihu) Kekacauan ekonomi akibat hiperinflasi diperparah oleh kebijakan Panglima AFNEI (Allied Forces Netherlands East Indies) Letjen Sir Montagu Stopford yang pada 6 Maret 1946 mengumumkan pemberlakuan mata uang NICA di seluruh wilayah Indonesia yang telah diduduki oleh pasukan AFNEI. Kebijakan ini diprotes keras oleh pemerintah RI, karena melanggar persetujuan bahwa masing-masing pihak tidak boleh mengeluarkan mata uang baru selama belum adanya penyelesaian politik. Namun protes keras ini diabaikan oleh AFNEI. Mata uang NICA digunakan AFNEI untuk membiayai operasi-operasi militernya di Indonesia dan sekaligus mengacaukan perekonomian nasional, sehingga akan muncul krisis kepercayaan rakyat terhadap kemampuan pemerintah RI dalam mengatasi persoalan ekonomi nasional. Karena protesnya tidak ditanggapi, maka pemerintah RI mengeluarkan kebijakan yang melarang seluruh rakyat Indonesia menggunakan mata uang NICA sebagai alat tukar. Langkah ini sangat penting karena peredaran mata uang NICA berada di luar kendali pemerintah RI, sehingga menyulitkan perbaikan ekonomi nasional. Mata Uang NICA Oleh karena AFNEI tidak mencabut pemberlakuan mata uang NICA, maka pada tanggal 26 Oktober 1946 pemerintah RI memberlakukan mata uang baru ORI (Oeang Republik Indonesia) sebagai alat tukar yang sah di seluruh wilayah RI. Sejak saat itu mata uang Jepang, mata uang Hindia Belanda dan mata uang De Javasche Bank dinyatakan tidak berlaku lagi. Dengan demikian hanya ada dua mata uang yang berlaku yaitu ORI dan NICA. Masing-masing mata uang hanya diakui oleh yang mengeluarkannya. Jadi ORI hanya diakui oleh pemerintah RI dan mata uang NICA hanya diakui oleh AFNEI. Rakyat ternyata lebih banyak memberikan dukungan kepada ORI. Hal ini mempunyai dampak politik bahwa rakyat lebih berpihak kepada pemerintah RI dari pada pemerintah sementara NICA yang hanya didukung AFNEI. Setelah perjanjian damai yang dinegosiasikan di Den Haag tahun 1949, ‘ORI’ (embel embel ‘sen’) ditarik dari peredaran untuk digantikan dengan uang yang diakui secara internasional yaitu ‘ rupiah Indonesia ‘. Sejak 2 November 1949, empat tahun setelah merdeka, Indonesia menetapkan Rupiah sebagai mata uang kebangsaannya yang baru. Namun, mata uang itu belum dipakai secara utuh di seluruh nusantara. Kepulauan Riau dan Irian Barat memiliki variasi rupiah mereka sendiri, tetapi penggunaan variasi rupiah dibubarkan pada tahun 1964 di Riau dan 1974 di Irian Barat. Oeang Republik Indonesia Seri 1, ’1945 ‘ Uang ORI pertama kali dicetak pada tahun 1946 dan mulai diberlakukan pertama kali di Jawa pada 10 Oktober 1946 dengan pecahan 1, 5 dan 10 sen, ditambah ½, 1, 5, 10, dan 100 rupiah. 1 sen, Tahun 1945 5 Sen, Tahun 1945 1 Rupiah, Tahun 1945 100 Rupiah, Tahun 1945 Seri 2, ’1 Januari 1947 ‘ Seri kedua dari ORI diterbitkan dari ‘Yogyakarta’, karena saat itu ibu kota negara Indonesia berpindah dari Jakarta ke Yogyakarta. Uang seri ke-2 ini dicetak dengan emisi 1 Januari 1947 dengan pecahan 5, 10, 25, dan 100 rupiah. 25 Rupiah, Tahun 1947 100 Rupiah, Tahun 1947 Seri 3, ’26 Juli 1947 ‘ Untuk edisi baru berikutnya adalah dengan emisi 26 Juli 1947 yang terdiri dari pecahan ½, 2 ½, 25, 50, 100, dan 250 rupiah. 1/2 Rupiah, Tahun 1947 100 Rupiah, Tahun 1947 Seri 4, ’23 Agustus 1948 ‘ Uang kertas baru dikeluarkan oleh pemerintah nasional pada tahun 1948, dalam pecahan yang aneh seperti 40, 75 100, dan 400 rupiah, ditambah sebuah uang 600 rupiah. Pada tanggal 19 Desember 1948, Belanda merebut Yogyakarta kembali sehingga kantor pusat bank sentral Republik Bank Negara Indonesia kembali menjadi ke De Javasche Bank dan kantor DJB juga dibuka kembali di Surakarta dan Kediri . Direncanakan pada tahun 1949 untuk merevaluasi nilai tukar rupiah (yang saat itu banyak beredar di Jawa). Untuk itu, ” Rupiah Baru ” dicetak dan tidak diterbitkan di Jawa, tetapi di daerah di luar Jawa seperti beberapa dikeluarkan di Sumatera, Irian dan lainnya. Pecahan yang dicetak adalah 10 sen (biru atau merah), ½ (hijau atau merah), 1 (ungu atau hijau), 10 (hitam atau coklat), 25, dan 100 rupiah. 75 Rupiah, 1948 600 Rupiah, Tahun 1948 Perundingan damai dengan Belanda dinegosiasikan di Den Haag pada bulan November 1949, menghasilkan kesepakatan salah satunya bahwa De Javasche Bank menjadi bank sentral atau bank utama di Indonesia , dan cetakan pertama rupiah yang dikeluarkan pasca kemerdekaan setidaknya harus sama seperti mata uang keluaran sebelumnya. Maka diputuskan bahwa De Javasche sebagai Bank tanggal hanya akan merevisi uang dibagian warna, seperti uang kertas 5 gulden berubah dari ungu ke merah dan hijau, 10 gulden dari hijau ke ungu, dan 25 gulden dari merah ke hijau. Selain itu, 50 gulden, 100 gulden, 500 gulden, dan 1000 gulden mulai ditambahkan, dan tertulis tahun emisi 1946. Karena adanya uang kertas 10 dan 25 sen (yang masih menjadi alat pembayaran yang sah dan masih akan terus dicetak), maka terjadi kesenjangan antara 25 sen Indonesia dan 5 gulden De Javasche Bank. Maka diisilah dengan cetakan 1/2 rupiah, 1 rupiah, dan 2 ½ rupiah, yang semua tertulis tahun emisi 1948. Kata-kata di uang kertas inimirip dengan pecahan 5 gulden keatas, tapi teks bahasa Indonesia (‘roepiah’) ditempatkan di atas tulisan berbahasa Belanda (‘gulden’). Uang kertas itusemua diprint / dicetak oleh Johan Enschede en Zonen (the Dutch printer). 5 Gulden-Rupiah, Tahun 1946 1000 Gulden-Rupiah, 1946 2,5 Gulden-Rupiah, Tahun 1948 10 Sen, Tahun 1949 Republik Indonesia Serikat money “Republik Indonesia Serikat” atau RIS mengeluarkan undang-undang pada tanggal 2 Juni 1950 yang memungkinkan Indonesia untuk mengeluarkan uang kertas baru, yaitu pecahan 5 dan 10 rupiah. Namun hal ini tidak bertahan lama, karena RIS dibubarkan pada 17 Agustus 1950 (5 tahun setelah deklarasi kemerdekaan yang sebenarnya). Uang uang tersebut dicetak oleh Thomas De La Rue dari Inggris dan memiliki tanggal emisi ’1 Januari 1950 ‘ yang tertulis pada uang kertas tersebut. 10 Rupiah, Tahun 1950 5 Rupiah, Tahun 1950 Nasionalisasi De Javasche Bank: Uang kertas pertama Republik Indonesia Dengan nasionalisasi De Javasche Bank melalui Undang-Undang Darurat tahun 1951, telah ditetapkan bahwa pemerintah akan mampu mengeluarkan uang pecahan 1 dan 2 ½ rupiah. Dengan demikian, uang kertas ‘ Republik Indonesia ‘ tahun emisi 1951 dikeluarkan pada pecahan 1 dan 2 ½ rupiah. Uang Kertas Pemerintah: Republik Indonesia, pertama seri (lanskap), 1951, dicetak oleh Perusahaan Percetakan Uang Kertas Keamanan (AS) 1 Rupiah, Tahun 1951 Pembentukan Bank Indonesia dari De Javasche Bank: kedua Republik Indonesia uang kertas Dengan transformasi dari DJB menjadi Bank Indonesia, Undang-Undang Darurat tahun 1951 diperbaharui menjadi Undang-undang Mata Uang 1953, dan uang kertas 1 dan 2 ½ rupiah tahun emisi 1951 dikeluarkan kembali dengan ditambah tanda tangan Menteri Keuangan dan tahun emisi 1953. Uang Kertas Pemerintah: Republik Indonesia, seri kedua (lanskap), 1953, dicetak oleh Perusahaan Percetakan Uang Kertas Keamanan (AS) 1 Rupiah, Tahun 1953 1953-1954: Uang Kertas Pertama Bank Indonesia Uang kertas baru dari De Javasche Bank yang telah dinasionalisasi menjadi ‘ Bank Indonesia ‘ telah siap diedarkan dengan tahun emisi 1952 dalam pecahan mulai dari 5, 10, 25, 50, 100, 500, dan 1000 rupiah, ditandatangani oleh Indra Kasoema sebagai Direktur, dan Sjafruddin Prawiranegara sebagai Gubernur. Uang kertas mulai beredar dari Juli 1953 sampai November 1954. 1952; Uang Kertas Bank Indonesia (‘ seri budaya ‘) 5 Rupiah, Tahun 1952 100 Rupiah, Tahun 1952 Meski telah memiliki uang kertas baru sendiri dan uang kertas yang bertuliskan nama DJB seharusnya tidak lagi dicetak, namun pada kenyataannya uang bertuliskan DJB beredar sejak 1950. Sehingga beberapa Uang kertas DJB tua dicabut, diantaranya sebagai berikut: 2 Maret 1956: Uang kertas 1000 gulden emisi ’1946 ‘ yang berasal dari tahun 1950 ditarik dari peredaran dan efektif pada tanggal 5 Maret 1959, karena pemalsuan merajalela. 22 November 1957: Uang kertas DJB pecahan 1 dan 2 ½ rupiah emisi ’1948 ‘ ditarik, efektif 1 Desember 1957, karena denominasi uang kertas adalah hak penerbitan pemerintah di bawah Undang-undang Mata Uang 1914 yang berlaku dan karenanya De Javasche Bank sudah tidak lagi memiliki otoritas untuk menangani masalah uang. Beberapa uang kertas pemerintah Hindia Belanda (semua pecahan rendah) yang masih sah dan kemudian dicabut antara lain sebagai berikut: 1 Januari 1954: semua uang kertas pemerintah ‘Nederlandsch Indie’ pecahan 1 / 2, 1, dan 2 ½ gulden ditarik dari peredaran karena semua uang ituberasal dari awal Perang Dunia 2, 1940 1 Januari 1957: Uang kertas ‘ Indonesia ‘ pecahan 10 sen dan 25 sen ’1947′ ditarik (uang ini dikeluarkan oleh Republik Indonesia) Pada tahun 1954, pemerintah Indonesia mendesain ulang uang kertas pecahan 1 dan 2 ½ rupiah, kemudian mengganti tahun emisi dan tanda tangan Menteri Keuangan yang baru di tahun 1956. Uang Kertas Pemerintah: Republik Indonesia, seri ketiga (orang etnis), 1954, dicetak oleh Pertjetakan Kebajoran 2,5 Rupiah, tahun 1954 Uang Kertas Pemerintah: Republik Indonesia, seri keempat (orang etnis), 1956, dicetak oleh Pertjetakan Kebajoran 2,5 Rupiah, Tahun 1956 1958-1959 seri Hewan – Seri Kedua dari Uang Kertas Bank Indonesia Pada tahun 1957, Gubernur Bank Indonesia Sjafruddin Prawiranegara menugaskan Thomas De La Rue & Co untuk membuat uang kertas seri baru. Namun, karena keterlibatan Syafruddin dengan PRRI maka ia digantikan oleh Loekman Hakim pada Januari 1958 sebagai gubernur . Spesimen yang diproduksi dalam pecahan 5, 10, 25, 50, 100, 500, 1000, dan 5000 rupiah, dan yang pertama kali diedarkan adalah pecahan 100 dan 1000 rupiah. Masalah keuangan agak terganggu oleh devaluasi mata uang pada 24 Agustus 1959, sehingga 500 (harimau) dan 1000 (gajah) rupiah didevaluasi menjadi 50 (buaya) dan 100 rupiah (tupai) pada September 1959. Untuk 2500 dan 5000 rupiah dinyatakan tidak perlu untuk devaluasi. Untuk 2500 Rupiah pada akhirnya terbit tiga tahun kemudian karena inflasi yang terus naik, sedangkan mata uang pecahan 5000 rupiah tidak pernah diterbitkan. Pecahan 10 dan 25 rupiah hanya diedarkan selama 3 hari, meskipun mereka tetap menjadi alat pembayaran yang sah. Di samping 8 uang kertas yang sedang didesain, Loekman juga menugaskan membuat uang kertas baru, 2500 rupiah. Terlepas dari uang kertas 100 dan 1000 rupiah, uang kertas pecahan yang juga tinggi yaitu 500 rupiah dirilis pada tanggal 6 Januari 1959. Seri Hewan (not dated, pertama dicetak 1957, kecuali untuk 2500 rupiah), semua dicetak Thomas De La Rue 5000 Rupiah, Tahun 1957 1959: Indonesia Pertama dirancang catatan, seri ‘kerajinan’ 8 September 1959, Indonesia murni pertama kali merancang uang kertas dan diterbitkan oleh percetakan negara ‘Pertjetakan Kebajoran’ yaitu uang kertas pecahan 5 dan 100 rupiah. 5 Rupiah, Tahun 1959 1960: Uang Kertas Bunga Thomas De La Rue dan Burung Satu lagi rangkaian uang kertas baru, kali ini dengan seri ‘bunga’ yang diterbitkan oleh Bank Indonesia pada tahun 1960 (memperlihatkan bunga di bagian depan dan burung di sebaliknya), tertanggal emisi 1 Januari 1959, namun diterbitkan pada tahun 1960. uang uang kertas ini dicetak oleh Thomas De La Rue & Co Ltd dari Inggris. Seri bunga dan burung, tertanggal ’1 Januari 1959 ‘, diterbitkan pada tahun 1960, dicetak oleh Thomas De La Rue 1000 Rupiah, tahun 1959 1960-1961: uang kertas Pemerintah Sebuah desain uang kertas pemerintah Indonesia yang baru untuk pecahan 1 dan 2 ½ rupiah diterbitkan pada tahun 1960 memperlihatkan buruh tani, tertanggal emisi 1961 dengan tanda tangan Menteri Keuangan yang baru. Uang Kertas Pemerintah: Republik Indonesia, seri kelima (tema pertanian), 1960, dicetak oleh Pertjetakan Kebajoran 2,5 Rupiah, Tahun 1960 Uang Kertas Pemerintah: Republik Indonesia, seri keenam (tema pertanian), 1961, dicetak oleh Pertjetakan Kebajoran 2,5 Rupiah, Tahun 1961 1961-1964: seri Lengkap kerajinan Indonesia juga mengeluarkan uang kertas dengan seri kerajinan tangan menggantikan TDLR pada tahun 1961 dan 1962, dengan pecahan 5 sampai 1000 rupiah. 100 Rupiah, Tahun 1958 1000 Rupiah, Tahun 1964 Karena terjadinya inflasi, Uang kertas pecahan 2.500 rupiah dengan desain ‘hewan’ akhirnya diterbitkan pada bulan September 1962, kemudian menjadi pecahan teratas. Suatu respon lanjutan terhadap inflasi yang datang maka diterbitkannya pecahan 5000 (coklat) rupiah tertanggal emisi 1958 pada bulan Oktober 1963. Pada bulan Agustus 1964, dirasa perlu untuk menambahkan uang kertas 10.000 rupiah (merah), tertanggal emisi ’1964 ‘, melengkapi seri buruh kasar (manual workers). 1965: Pembaruan Uang Kertas seri Kerajinan Pada tahun 1965, di tengah inflasi yang melonjak, semua uang kecuali 5 rupiah kebawah dan 500 rupiah dengan seri kerajinan tangan direvisi dan diterbitkan kembali. Uang kertas dengan gambar Kerajinan / rumah asli Indonesia , dicetak oleh Pertjetakan Kebajoran, diterbitkan tahun 1965 – seri kedua 1000 Rupiah, Tahun 1958 10000 Rupiah, Tahun 1964 1965-1968: seri pertama uang kertas (‘ Soekarno ‘) Hiperinflasi awal tahun 1960-an mengakibatkan pembacaan ‘rupiah baru’ dianggap hanya senilai 1.000 rupiah lama. Penarikan uang lama berarti sama dengan penerbitan uang kertas baru, dengan Keputusan Presiden 13 Desember 1965. Keputusan resmi Bank Indonesia untuk menerbitkan uang kertas fraksional untuk pertama kalinya (meski uang pecahan 1 dan 2 ½ rupiah masih dikeluarkan oleh pemerintah sendiri), dalam pecahan 1, 5, 10, 25, dan 50 sen tertanggal emisi 1964 menampilkan gambar para ‘sukarelawan’. Tetapi kenyataannya bahwa rupiah hanya didevaluasi 10, bukan 1000 kali, sehingga membuatnya tidak berharga pada saat penerbitan dan jutaan uang kertas tidak pernah diedarkan. Semua uang kertas yang tersisa menampilkan Presiden Soekarno pada bagian depan, dan berbagai penari disebaliknya; seri iniditerbitkan oleh ‘ Republik Indonesia (ORI) ‘ dalam pecahan 1 dan 2 ½ rupiah tertanggal emisi 1964, dan Bank Indonesia tertanggal emisi 1960 dalam bentuk pecahan 5, 10, 25, 50 , dan 100 rupiah; Uang kertas mulai dari pecahan 500 sampai 10.000 rupiah dianggap tidak perlu dikeluarkan karena terjadinya devaluasi. 2,5 Sen, Tahun 1964 50 Sen, Tahun 1964 1000 Rupiah, Tahun 1960 1968-1970: Uang kertas seri kedua (‘Sudirman’) Pada tahun 1968 masa Orde Baru Suharto telah dibentuk, dan Bank Indonesia sejak 1968 diberi hak tunggal untuk mengeluarkan / mengedarkan uang kertas (termasuk uang di bawah 5 rupiah) serta uang logam (yang sebelumnya menjadi persoalan pemerintah pusat) dengan demikian ORI sudah tidak diterbitkan lagi. Oleh karena itu, edisi uang kertas baru dari pecahan 1 sampai 1.000 rupiah, tertanggal emisi 1968 semuanya dari Bank Indonesia. Uang kertas baru kali inimenampilkan pahlawan revolusi Jenderal Sudirman, didukung oleh berbagai macam pemandangan berbagai industri. Uang kertas ituditerbitkan pada tahun 1968 dan 1969. Pada tahun 1970, uang kertas dengan tema yang sama (tapi menggunakan watermark yang berbeda) pecahan 5.000 dan 10.000 rupiah juga diedarkan, sehingga memulihkan pecahan uang yang sama dengan yang telah beredar sebelum terjadi devaluasi tahun 1965. Uang kertas edisi Sudirman / industri, ’1968′, Bank Indonesia: Uang kertas seri Kedua pasca-devaluasi, Dicetak oleh PN Pertjetakan Kebajoran 50 Rupiah, Tahun 1968 Seri Diponegoro (tidak diterbitkan) Sebuah seri baru uang kertas Indonesia kali inidimulai dari pecahan 100 rupiah, didesain dengan tema Diponegoro pada tahun 1971 (tapi dicetak tanpa tanggal emisi), namun seri ini tidak pernah diterbitkan, meskipun uang kertas pecahan 1000 rupiah pada seri ini kemudian ditambahkan tanggal emisi dan diterbitkan pada tahun 1976 , namun bagian belakang pada uang pecahan 5000 rupiah (seri ini ) juga digunakan untuk uang kertas 5000 rupiah tahun 1976, tetapi dengan desain bagian depan yang baru (bukan diponegoro lagi). Rangkaian pembatalan uang kertas iniadalah yang terakhir di Indonesia dengan tema yang konsisten, yaitu uang kertas baru biasanya mempertahankan warna yang sama dengan yang lama dari pecahan yang sama. 10000 Rupiah, Tahun 1971 1976-1978: Uang Kertas seri ketiga; rupiah baru Karena pemalsuan uang kertas seri Sudirman yang merajalela, semua uang kertas pecahan 1.000, 5.000 dan 10.000 rupiah didesain ulang, tertanggal emisi 1975 dan diterbitkan pada tahun 1976. Uang kertas Sudirman 1000 rupiah keatas ditarik dari peredaran secara resmi tanggal 1 September 1977. Pendesainan ulang uang kertas pecahan 100 dan 500 rupiah diikuti pada tahun 1978, sehingga melengkapi seri ketiga dari uang kertas yang akan diterbitkan sejak devaluasi mata uang tahun 1965. 10000 Rupiah, Tahun 1971 Selama periode tahun 1970-an, Bank Indonesia mengeluarkan 6 macam pecahan yang terdiri dari: 100 badak – 1977 500 anggrek – 1977 1000 Diponegoro – 1975 5000 nelayan – 1975 10000 relief candi Borobudur – 1975 10000 gamelan – 1979 (Lihat dibawah) Dari ke 6 macam uang kertas iniyang paling sulit ditemukan dan tentu saja bernilai paling tinggi adalah pecahan 10.000 relief candi Borobudur karena mempunyai motif dan gambar yang sangat menarik selain bergambar relief candi Borobudur di bagian depan juga gambar barong di bagian belakang sehingga sangat digemari oleh kolektor mancanegara. 1979-1982: Uang Kertas rupiah baru Seri 4 Pada tahun 1979, uang kertas pertama kali yang perlu diganti lagi adalah 10.000 rupiah (pada saat itubernilai sekitar US $ 16). Selanjutnya uang kertas didesain ulang dan diikuti disemua pecahan kecuali 100 rupiah pada tahun 1980 dan 1982. Uang kertas rupiah ’1979 ‘, ’1980′, ’1982′, dicetak oleh Perum Peruri 10000 Rupiah, Tahun 1979 5000 Rupiah, Tahun 1980 500 Rupiah, Tahun 1982 1985-1988: Uang Kertas rupiah baru seri 5 Uang kertas 100 rupiah yang berasal dari tahun 1977 akhirnya digantikan pada tahun 1985, penggantian semua uang pecahan diikuti pada tahun 1985, 1987 dan 1988. 100 Rupiah, Tahun 1984 500 Rupiah, Tahun 1984 5000 Rupiah, Tahun 1988 1992: Seri keenam uang kertas rupiah baru Di tahun 1992 terlihat suatu perbaikan yang lengkap dari semua pecahan uang kertas untuk pertama kalinya sejak 1968. Selain itu, pecahan baru uang kertas 20.000 rupiah juga ditambahkan dengan nilai US $ sekitar $ 10 pada saat itu. iniadalah pecahan baru pertama sejak 10.000 rupiah diterbitkan pada bulan April 1970 (saat itusenilai sekitar US $ 26). Sebelum tahun 1990-an di bagian bawah setiap uang kertas tercantum tulisan seperti berikut: HERU SEOROSO DEL pada pecahan 100 rupiah 1984 SOERIPTO DEL pada pecahan 500 rupiah 1988 Kata Del berasal dari kata delineavit yang berarti “di gambar oleh”, sehingga Soeripto DEL artinya “di gambar oleh Soeripto” demikian juga dengan Heru Soeroso DEL artinya “di gambar oleh Heru Soeroso”. Dari sinilah edisi ke depannya, sejak memasuki tahun 1990-an, maka uang kertas kita tidak lagi mencantumkan kata-kata tersebut. Sebagai gantinya uang kertas Indonesia, tahun emisi dituliskan dalam bentuk teks kecil di tepi uang kertas (pojok bawah), dan tahun yang paling menonjol pada uang kertas ituadalah tahun kewenangan (misalnya, “Direksi 1992″). Date of Authority printed in the middle of the note 1000 Rupiah – 1992 Series printed in year 1994. “PERUM PERCETAKAN UANG RI IMP 1994″ represents The Indonesia Currency mint 1994 Cetakan Rupiah seri ’1992′, dicetak oleh Perum Peruri 10000 Rupiah, Tahun 1992 1993: Peringatan Soeharto – 50.000 rupiah Pada tahun 1993 sebuah uang kertas 50.000 rupiah (bernilai sekitar US $ 22) diterbitkan untuk merayakan “25 Tahun Pembangunan” dibuat dengan bahan polimer dan berhologram, uang iniditerbitkan secara terbatas hanya lima juta lembar saja, dan dalam bungkus penyajian / cover / folder dijelaskan rencana 25-tahun pertumbuhan sejak tahun 1969, dengan harga nilai nominal ganda : 100.000 rupiah. Desain inimenampilkan Soeharto di bagian depan dan bandara Soekarno-Hatta di bagian belakang, dengan sebuah pesawat yang sedang lepas landas melambangkan pertumbuhan Indonesia. Namun, diyakini karena penjualan yang buruk, beberapa uang polimer dikurangi. Sebuah versi lain berbahan kertas namun dengan desain serupa juga dicetak pada tahun 1993 dan 1994. Uang kertas Rupiah seri Soeharto ’1993′ 1995: penambahan benang pengaman pada uang kertas 1992/1993 ke atas Pada tahun 1995 menjadi tahun pengenalan bagi benang pengaman untuk uang kertas Indonesia, sebuah fitur baru di semua uang kertas pecahan besar (10.000 keatas) dengan ’1995 Direksi’ dan yang lebih baru. Uang kertas 20.000 rupiah (tahun emisi 1992) dan 50.000 (emisi 1993) juga diberi benang pengaman. 50000 Rupiah, Tahun 1995 Perbaruan untuk pecahan tinggi, diperkenalkannya 100.000 rupiah Uang kertas pecahan tinggi, 10.000, 20.000 dan 50.000 rupiah diganti pada tahun 1998 dan 1999. Ditambahkan juga sebuah uang polimer baru 100.000 rupiah (pada saat ituhanya bernilai sekitar US $ 10) diimpor dari Australia. Uang 100.000 initidak lagi dicetak menyusul pengenalan desain baru pada tahun 2004-2005 dan tidak lagi menjadi alat pembayaran yang sah sejak 31 Desember 2008, meskipun uang 100.000 initetap dapat ditukarkan di kantor Bank Indonesia hingga 10 tahun lebih lanjut. Dalam menerbitkan uang polimer, Indonesia mempunyai maksud tertentu, dan inilah penjelasannya : Bank Indonesia akan mengeluarkan uang dalam pecahan Rp100.000 pada tanggal 1 November 1999 sebagai alat pembayaran resmi. “Uang ituakan dibuat dari substrat polimer (plastik) yang lebih tahan lama dan sulit untuk dipalsukan dari pada bahan kertas” dikutip dari gubernur Bank Indonesia, Syahril Sabirin. Untuk menghindari penipuan, uang tersebut telah dilengkapi dengan elemen anti pemalsuan yang dapat dilihat secara kasat mata dan dapat disentuh agar masyarakat akrab dengan keaslian uang. Gubernur Bank Indonesia menjelaskan bahwa penerbitan uang dengan emisi baru iniadalah untuk mempermudah dan mempercepat transaksi tunai. Gambar utama di depan uang adalah Dr Ir. Soekarno dan Dr H. Mohammad Hatta, sementara di sisi lainnya bergambar gedung DPR yang bertujuan untuk mempromosikan penghargaan kami kepada keduanya dan lembaga tertinggi untuk nilai demokratis mereka. Penerbitan diumumkan dalam Berita Negara tahun 1999 nomor 206, sementara itubank-bank, kantor pos dan kantor kantor pelayanan masyarakat akan menerima poster uang sebagai pengumuman penerbitan di kantor mereka dan di tempat umum lainnya. Pengumuman inijuga tersedia di situs web Bank Indonesia. 50000 & 100.000 Rupiah, Tahun 1999 Uang pecahan 100.000 rupiah bergambar Sukarno Hatta inimerupakan uang polimer kedua yang diterbitkan oleh Indonesia. Sampai saat inisekitar 36 negara yang sudah menerbitkan uang berbahan dasar polimer, sehingga mengoleksi uang polimer sudah menjadi cabang numismatik tersendiri. Seri saat ini Uang pecahan rendah, 2000 dan 2001 Pecahan rendah, 1.000 dan 5.000 rupiah diperbarui pada tahun 2000 dan 2001 dengan gambar pahlawan nasional, dan terus akan dicetak hingga hari ini. Pecahan terendah sebelumnya, 100 dan 500 rupiah sudah tidak adalagi karena rupiah telah jatuh nilainya hingga 80% dibanding pecahan edisi sebelumnya pada tahun 1992. 1000 Rupiah, Tahun 2000 5000 Rupiah, Tahun 2001 Pembaruan pecahan tinggi 2004/2005 Uang kertas pecahan 10.000 – 100.000 diganti pada tahun 2004 dan 2005, dan uang 100.000 kembali ke desain kertas dan dicetak di Indonesia . sebagai catatan, polimer ternyata menyulitkan mesin bank untuk melakukan penghitungan, dan sebaiknya semua uang kertas diberi perangkat anti-pemalsuan saja (tidak dibuat dengan bahan polimer). 100000 Rupiah, Tahun 2004 50000 Rupiah, Tahun 2005 Uang kertas baru 2000 rupiah Setelah tertunda beberapa kali, menyusul pengumuman awal bahwa uang kertas pecahan 2000 rupiah akan menggantikan uang 1000 rupiah sebagai pecahan terendah, pecahan baru, 2.000 rupiah akhirnya resmi dirilis, dan beredar bersamaan dengan pecahan lainnya pada bulan Juli 2009. Selain uang pecahan 2000 rupiah ini, Bank Indonesia mengeluarkan uang kertas baru yang ditandatangani oleh Budiono. Walaupun bergambar sama, uang kertas 2009 mempunyai beberapa ciri yang berbeda antara lain : Tanda tangan Gubernur BI yang berbeda Tahun di bagian depan tercetak 2009 Tahun emisi yang tercetak di bagian bawah uang masih tetap sesuai dengan tahun pertama kali uang diterbitkan. Rupiah seri ’2009′ (Gubernur : Miranda S. Goeltom) – Printed by Perum Peruri 2000 Rupiah, Tahun 2009 Rupiah seri ’2009′ (Gubernur : Boediono) – Printed by Perum Peruri 50000 Rupiah Tahun 2009 100000 Rupiah, Tahun 2009 Dengan demikian uang yang berlaku hingga saat ini bisa dibilang dari seri 2000. Di seri ini, pecahan uang kertas (dari tahun 2000) memiliki pola yang sama (mirip) sehingga menyerupai satu seri. Mungkin dengan demikian kita bisa menyebut seri tahun 2000-an ini dengan seri pahlawan. Sampai saat ini berarti semua pecahan uang kertas telah diganti dengan uang baru yang lebih baik dalam segala hal termasuk desain, kualitas maupun keamanannya.

Masa Kemerdekaan Republik Indonesia Keadaan ekonomi di Indonesia pada awal kemerdekaan ditandai dengan hiperinflasi akibat peredaran beberapa mata uang yang tidak terkendali, sementara Pemerintah RI belum memiliki mata uang. Ada tiga mata uang yang dinyatakan berlaku oleh pemerintah RI pada tanggal 1 Oktober 1945, yaitu mata uang Jepang, mata uang Hindia Belanda, dan mata uang De Javasche Bank. . Mata uang Hindia Belanda dan mata uang De Javasche bank Diantara ketiga mata uang tersebut yang nilai tukarnya mengalami penurunan tajam adalah mata uang Jepang. Peredarannya mencapai empat milyar sehingga mata uang Jepang tersebut menjadi sumber hiperinflasi. Lapisan masyarakat yang paling menderita adalah petani, karena merekalah yang paling banyak menyimpan mata uang Jepang. Mata uang Jepang (Dai Nippon Teikoku Seihu) Kekacauan ekonomi akibat hiperinflasi diperparah oleh kebijakan Panglima AFNEI (Allied Forces Netherlands East Indies) Letjen Sir Montagu Stopford yang pada 6 Maret 1946 mengumumkan pemberlakuan mata uang NICA di seluruh wilayah Indonesia yang telah diduduki oleh pasukan AFNEI. Kebijakan ini diprotes keras oleh pemerintah RI, karena melanggar persetujuan bahwa masing-masing pihak tidak boleh mengeluarkan mata uang baru selama belum adanya penyelesaian politik. Namun protes keras ini diabaikan oleh AFNEI. Mata uang NICA digunakan AFNEI untuk membiayai operasi-operasi militernya di Indonesia dan sekaligus mengacaukan perekonomian nasional, sehingga akan muncul krisis kepercayaan rakyat terhadap kemampuan pemerintah RI dalam mengatasi persoalan ekonomi nasional. Karena protesnya tidak ditanggapi, maka pemerintah RI mengeluarkan kebijakan yang melarang seluruh rakyat Indonesia menggunakan mata uang NICA sebagai alat tukar. Langkah ini sangat penting karena peredaran mata uang NICA berada di luar kendali pemerintah RI, sehingga menyulitkan perbaikan ekonomi nasional. Mata Uang NICA Oleh karena AFNEI tidak mencabut pemberlakuan mata uang NICA, maka pada tanggal 26 Oktober 1946 pemerintah RI memberlakukan mata uang baru ORI (Oeang Republik Indonesia) sebagai alat tukar yang sah di seluruh wilayah RI. Sejak saat itu mata uang Jepang, mata uang Hindia Belanda dan mata uang De Javasche Bank dinyatakan tidak berlaku lagi. Dengan demikian hanya ada dua mata uang yang berlaku yaitu ORI dan NICA. Masing-masing mata uang hanya diakui oleh yang mengeluarkannya. Jadi ORI hanya diakui oleh pemerintah RI dan mata uang NICA hanya diakui oleh AFNEI. Rakyat ternyata lebih banyak memberikan dukungan kepada ORI. Hal ini mempunyai dampak politik bahwa rakyat lebih berpihak kepada pemerintah RI dari pada pemerintah sementara NICA yang hanya didukung AFNEI. Setelah perjanjian damai yang dinegosiasikan di Den Haag tahun 1949, ‘ORI’ (embel embel ‘sen’) ditarik dari peredaran untuk digantikan dengan uang yang diakui secara internasional yaitu ‘ rupiah Indonesia ‘. Sejak 2 November 1949, empat tahun setelah merdeka, Indonesia menetapkan Rupiah sebagai mata uang kebangsaannya yang baru. Namun, mata uang itu belum dipakai secara utuh di seluruh nusantara. Kepulauan Riau dan Irian Barat memiliki variasi rupiah mereka sendiri, tetapi penggunaan variasi rupiah dibubarkan pada tahun 1964 di Riau dan 1974 di Irian Barat. Oeang Republik Indonesia Seri 1, ’1945 ‘ Uang ORI pertama kali dicetak pada tahun 1946 dan mulai diberlakukan pertama kali di Jawa pada 10 Oktober 1946 dengan pecahan 1, 5 dan 10 sen, ditambah ½, 1, 5, 10, dan 100 rupiah. 1 sen, Tahun 1945 5 Sen, Tahun 1945 1 Rupiah, Tahun 1945 100 Rupiah, Tahun 1945 Seri 2, ’1 Januari 1947 ‘ Seri kedua dari ORI diterbitkan dari ‘Yogyakarta’, karena saat itu ibu kota negara Indonesia berpindah dari Jakarta ke Yogyakarta. Uang seri ke-2 ini dicetak dengan emisi 1 Januari 1947 dengan pecahan 5, 10, 25, dan 100 rupiah. 25 Rupiah, Tahun 1947 100 Rupiah, Tahun 1947 Seri 3, ’26 Juli 1947 ‘ Untuk edisi baru berikutnya adalah dengan emisi 26 Juli 1947 yang terdiri dari pecahan ½, 2 ½, 25, 50, 100, dan 250 rupiah. 1/2 Rupiah, Tahun 1947 100 Rupiah, Tahun 1947 Seri 4, ’23 Agustus 1948 ‘ Uang kertas baru dikeluarkan oleh pemerintah nasional pada tahun 1948, dalam pecahan yang aneh seperti 40, 75 100, dan 400 rupiah, ditambah sebuah uang 600 rupiah. Pada tanggal 19 Desember 1948, Belanda merebut Yogyakarta kembali sehingga kantor pusat bank sentral Republik Bank Negara Indonesia kembali menjadi ke De Javasche Bank dan kantor DJB juga dibuka kembali di Surakarta dan Kediri . Direncanakan pada tahun 1949 untuk merevaluasi nilai tukar rupiah (yang saat itu banyak beredar di Jawa). Untuk itu, ” Rupiah Baru ” dicetak dan tidak diterbitkan di Jawa, tetapi di daerah di luar Jawa seperti beberapa dikeluarkan di Sumatera, Irian dan lainnya. Pecahan yang dicetak adalah 10 sen (biru atau merah), ½ (hijau atau merah), 1 (ungu atau hijau), 10 (hitam atau coklat), 25, dan 100 rupiah. 75 Rupiah, 1948 600 Rupiah, Tahun 1948 Perundingan damai dengan Belanda dinegosiasikan di Den Haag pada bulan November 1949, menghasilkan kesepakatan salah satunya bahwa De Javasche Bank menjadi bank sentral atau bank utama di Indonesia , dan cetakan pertama rupiah yang dikeluarkan pasca kemerdekaan setidaknya harus sama seperti mata uang keluaran sebelumnya. Maka diputuskan bahwa De Javasche sebagai Bank tanggal hanya akan merevisi uang dibagian warna, seperti uang kertas 5 gulden berubah dari ungu ke merah dan hijau, 10 gulden dari hijau ke ungu, dan 25 gulden dari merah ke hijau. Selain itu, 50 gulden, 100 gulden, 500 gulden, dan 1000 gulden mulai ditambahkan, dan tertulis tahun emisi 1946. Karena adanya uang kertas 10 dan 25 sen (yang masih menjadi alat pembayaran yang sah dan masih akan terus dicetak), maka terjadi kesenjangan antara 25 sen Indonesia dan 5 gulden De Javasche Bank. Maka diisilah dengan cetakan 1/2 rupiah, 1 rupiah, dan 2 ½ rupiah, yang semua tertulis tahun emisi 1948. Kata-kata di uang kertas inimirip dengan pecahan 5 gulden keatas, tapi teks bahasa Indonesia (‘roepiah’) ditempatkan di atas tulisan berbahasa Belanda (‘gulden’). Uang kertas itusemua diprint / dicetak oleh Johan Enschede en Zonen (the Dutch printer). 5 Gulden-Rupiah, Tahun 1946 1000 Gulden-Rupiah, 1946 2,5 Gulden-Rupiah, Tahun 1948 10 Sen, Tahun 1949 Republik Indonesia Serikat money “Republik Indonesia Serikat” atau RIS mengeluarkan undang-undang pada tanggal 2 Juni 1950 yang memungkinkan Indonesia untuk mengeluarkan uang kertas baru, yaitu pecahan 5 dan 10 rupiah. Namun hal ini tidak bertahan lama, karena RIS dibubarkan pada 17 Agustus 1950 (5 tahun setelah deklarasi kemerdekaan yang sebenarnya). Uang uang tersebut dicetak oleh Thomas De La Rue dari Inggris dan memiliki tanggal emisi ’1 Januari 1950 ‘ yang tertulis pada uang kertas tersebut. 10 Rupiah, Tahun 1950 5 Rupiah, Tahun 1950 Nasionalisasi De Javasche Bank: Uang kertas pertama Republik Indonesia Dengan nasionalisasi De Javasche Bank melalui Undang-Undang Darurat tahun 1951, telah ditetapkan bahwa pemerintah akan mampu mengeluarkan uang pecahan 1 dan 2 ½ rupiah. Dengan demikian, uang kertas ‘ Republik Indonesia ‘ tahun emisi 1951 dikeluarkan pada pecahan 1 dan 2 ½ rupiah. Uang Kertas Pemerintah: Republik Indonesia, pertama seri (lanskap), 1951, dicetak oleh Perusahaan Percetakan Uang Kertas Keamanan (AS) 1 Rupiah, Tahun 1951 Pembentukan Bank Indonesia dari De Javasche Bank: kedua Republik Indonesia uang kertas Dengan transformasi dari DJB menjadi Bank Indonesia, Undang-Undang Darurat tahun 1951 diperbaharui menjadi Undang-undang Mata Uang 1953, dan uang kertas 1 dan 2 ½ rupiah tahun emisi 1951 dikeluarkan kembali dengan ditambah tanda tangan Menteri Keuangan dan tahun emisi 1953. Uang Kertas Pemerintah: Republik Indonesia, seri kedua (lanskap), 1953, dicetak oleh Perusahaan Percetakan Uang Kertas Keamanan (AS) 1 Rupiah, Tahun 1953 1953-1954: Uang Kertas Pertama Bank Indonesia Uang kertas baru dari De Javasche Bank yang telah dinasionalisasi menjadi ‘ Bank Indonesia ‘ telah siap diedarkan dengan tahun emisi 1952 dalam pecahan mulai dari 5, 10, 25, 50, 100, 500, dan 1000 rupiah, ditandatangani oleh Indra Kasoema sebagai Direktur, dan Sjafruddin Prawiranegara sebagai Gubernur. Uang kertas mulai beredar dari Juli 1953 sampai November 1954. 1952; Uang Kertas Bank Indonesia (‘ seri budaya ‘) 5 Rupiah, Tahun 1952 100 Rupiah, Tahun 1952 Meski telah memiliki uang kertas baru sendiri dan uang kertas yang bertuliskan nama DJB seharusnya tidak lagi dicetak, namun pada kenyataannya uang bertuliskan DJB beredar sejak 1950. Sehingga beberapa Uang kertas DJB tua dicabut, diantaranya sebagai berikut: 2 Maret 1956: Uang kertas 1000 gulden emisi ’1946 ‘ yang berasal dari tahun 1950 ditarik dari peredaran dan efektif pada tanggal 5 Maret 1959, karena pemalsuan merajalela. 22 November 1957: Uang kertas DJB pecahan 1 dan 2 ½ rupiah emisi ’1948 ‘ ditarik, efektif 1 Desember 1957, karena denominasi uang kertas adalah hak penerbitan pemerintah di bawah Undang-undang Mata Uang 1914 yang berlaku dan karenanya De Javasche Bank sudah tidak lagi memiliki otoritas untuk menangani masalah uang. Beberapa uang kertas pemerintah Hindia Belanda (semua pecahan rendah) yang masih sah dan kemudian dicabut antara lain sebagai berikut: 1 Januari 1954: semua uang kertas pemerintah ‘Nederlandsch Indie’ pecahan 1 / 2, 1, dan 2 ½ gulden ditarik dari peredaran karena semua uang ituberasal dari awal Perang Dunia 2, 1940 1 Januari 1957: Uang kertas ‘ Indonesia ‘ pecahan 10 sen dan 25 sen ’1947′ ditarik (uang ini dikeluarkan oleh Republik Indonesia) Pada tahun 1954, pemerintah Indonesia mendesain ulang uang kertas pecahan 1 dan 2 ½ rupiah, kemudian mengganti tahun emisi dan tanda tangan Menteri Keuangan yang baru di tahun 1956. Uang Kertas Pemerintah: Republik Indonesia, seri ketiga (orang etnis), 1954, dicetak oleh Pertjetakan Kebajoran 2,5 Rupiah, tahun 1954 Uang Kertas Pemerintah: Republik Indonesia, seri keempat (orang etnis), 1956, dicetak oleh Pertjetakan Kebajoran 2,5 Rupiah, Tahun 1956 1958-1959 seri Hewan – Seri Kedua dari Uang Kertas Bank Indonesia Pada tahun 1957, Gubernur Bank Indonesia Sjafruddin Prawiranegara menugaskan Thomas De La Rue & Co untuk membuat uang kertas seri baru. Namun, karena keterlibatan Syafruddin dengan PRRI maka ia digantikan oleh Loekman Hakim pada Januari 1958 sebagai gubernur . Spesimen yang diproduksi dalam pecahan 5, 10, 25, 50, 100, 500, 1000, dan 5000 rupiah, dan yang pertama kali diedarkan adalah pecahan 100 dan 1000 rupiah. Masalah keuangan agak terganggu oleh devaluasi mata uang pada 24 Agustus 1959, sehingga 500 (harimau) dan 1000 (gajah) rupiah didevaluasi menjadi 50 (buaya) dan 100 rupiah (tupai) pada September 1959. Untuk 2500 dan 5000 rupiah dinyatakan tidak perlu untuk devaluasi. Untuk 2500 Rupiah pada akhirnya terbit tiga tahun kemudian karena inflasi yang terus naik, sedangkan mata uang pecahan 5000 rupiah tidak pernah diterbitkan. Pecahan 10 dan 25 rupiah hanya diedarkan selama 3 hari, meskipun mereka tetap menjadi alat pembayaran yang sah. Di samping 8 uang kertas yang sedang didesain, Loekman juga menugaskan membuat uang kertas baru, 2500 rupiah. Terlepas dari uang kertas 100 dan 1000 rupiah, uang kertas pecahan yang juga tinggi yaitu 500 rupiah dirilis pada tanggal 6 Januari 1959. Seri Hewan (not dated, pertama dicetak 1957, kecuali untuk 2500 rupiah), semua dicetak Thomas De La Rue 5000 Rupiah, Tahun 1957 1959: Indonesia Pertama dirancang catatan, seri ‘kerajinan’ 8 September 1959, Indonesia murni pertama kali merancang uang kertas dan diterbitkan oleh percetakan negara ‘Pertjetakan Kebajoran’ yaitu uang kertas pecahan 5 dan 100 rupiah. 5 Rupiah, Tahun 1959 1960: Uang Kertas Bunga Thomas De La Rue dan Burung Satu lagi rangkaian uang kertas baru, kali ini dengan seri ‘bunga’ yang diterbitkan oleh Bank Indonesia pada tahun 1960 (memperlihatkan bunga di bagian depan dan burung di sebaliknya), tertanggal emisi 1 Januari 1959, namun diterbitkan pada tahun 1960. uang uang kertas ini dicetak oleh Thomas De La Rue & Co Ltd dari Inggris. Seri bunga dan burung, tertanggal ’1 Januari 1959 ‘, diterbitkan pada tahun 1960, dicetak oleh Thomas De La Rue 1000 Rupiah, tahun 1959 1960-1961: uang kertas Pemerintah Sebuah desain uang kertas pemerintah Indonesia yang baru untuk pecahan 1 dan 2 ½ rupiah diterbitkan pada tahun 1960 memperlihatkan buruh tani, tertanggal emisi 1961 dengan tanda tangan Menteri Keuangan yang baru. Uang Kertas Pemerintah: Republik Indonesia, seri kelima (tema pertanian), 1960, dicetak oleh Pertjetakan Kebajoran 2,5 Rupiah, Tahun 1960 Uang Kertas Pemerintah: Republik Indonesia, seri keenam (tema pertanian), 1961, dicetak oleh Pertjetakan Kebajoran 2,5 Rupiah, Tahun 1961 1961-1964: seri Lengkap kerajinan Indonesia juga mengeluarkan uang kertas dengan seri kerajinan tangan menggantikan TDLR pada tahun 1961 dan 1962, dengan pecahan 5 sampai 1000 rupiah. 100 Rupiah, Tahun 1958 1000 Rupiah, Tahun 1964 Karena terjadinya inflasi, Uang kertas pecahan 2.500 rupiah dengan desain ‘hewan’ akhirnya diterbitkan pada bulan September 1962, kemudian menjadi pecahan teratas. Suatu respon lanjutan terhadap inflasi yang datang maka diterbitkannya pecahan 5000 (coklat) rupiah tertanggal emisi 1958 pada bulan Oktober 1963. Pada bulan Agustus 1964, dirasa perlu untuk menambahkan uang kertas 10.000 rupiah (merah), tertanggal emisi ’1964 ‘, melengkapi seri buruh kasar (manual workers). 1965: Pembaruan Uang Kertas seri Kerajinan Pada tahun 1965, di tengah inflasi yang melonjak, semua uang kecuali 5 rupiah kebawah dan 500 rupiah dengan seri kerajinan tangan direvisi dan diterbitkan kembali. Uang kertas dengan gambar Kerajinan / rumah asli Indonesia , dicetak oleh Pertjetakan Kebajoran, diterbitkan tahun 1965 – seri kedua 1000 Rupiah, Tahun 1958 10000 Rupiah, Tahun 1964 1965-1968: seri pertama uang kertas (‘ Soekarno ‘) Hiperinflasi awal tahun 1960-an mengakibatkan pembacaan ‘rupiah baru’ dianggap hanya senilai 1.000 rupiah lama. Penarikan uang lama berarti sama dengan penerbitan uang kertas baru, dengan Keputusan Presiden 13 Desember 1965. Keputusan resmi Bank Indonesia untuk menerbitkan uang kertas fraksional untuk pertama kalinya (meski uang pecahan 1 dan 2 ½ rupiah masih dikeluarkan oleh pemerintah sendiri), dalam pecahan 1, 5, 10, 25, dan 50 sen tertanggal emisi 1964 menampilkan gambar para ‘sukarelawan’. Tetapi kenyataannya bahwa rupiah hanya didevaluasi 10, bukan 1000 kali, sehingga membuatnya tidak berharga pada saat penerbitan dan jutaan uang kertas tidak pernah diedarkan. Semua uang kertas yang tersisa menampilkan Presiden Soekarno pada bagian depan, dan berbagai penari disebaliknya; seri iniditerbitkan oleh ‘ Republik Indonesia (ORI) ‘ dalam pecahan 1 dan 2 ½ rupiah tertanggal emisi 1964, dan Bank Indonesia tertanggal emisi 1960 dalam bentuk pecahan 5, 10, 25, 50 , dan 100 rupiah; Uang kertas mulai dari pecahan 500 sampai 10.000 rupiah dianggap tidak perlu dikeluarkan karena terjadinya devaluasi. 2,5 Sen, Tahun 1964 50 Sen, Tahun 1964 1000 Rupiah, Tahun 1960 1968-1970: Uang kertas seri kedua (‘Sudirman’) Pada tahun 1968 masa Orde Baru Suharto telah dibentuk, dan Bank Indonesia sejak 1968 diberi hak tunggal untuk mengeluarkan / mengedarkan uang kertas (termasuk uang di bawah 5 rupiah) serta uang logam (yang sebelumnya menjadi persoalan pemerintah pusat) dengan demikian ORI sudah tidak diterbitkan lagi. Oleh karena itu, edisi uang kertas baru dari pecahan 1 sampai 1.000 rupiah, tertanggal emisi 1968 semuanya dari Bank Indonesia. Uang kertas baru kali inimenampilkan pahlawan revolusi Jenderal Sudirman, didukung oleh berbagai macam pemandangan berbagai industri. Uang kertas ituditerbitkan pada tahun 1968 dan 1969. Pada tahun 1970, uang kertas dengan tema yang sama (tapi menggunakan watermark yang berbeda) pecahan 5.000 dan 10.000 rupiah juga diedarkan, sehingga memulihkan pecahan uang yang sama dengan yang telah beredar sebelum terjadi devaluasi tahun 1965. Uang kertas edisi Sudirman / industri, ’1968′, Bank Indonesia: Uang kertas seri Kedua pasca-devaluasi, Dicetak oleh PN Pertjetakan Kebajoran 50 Rupiah, Tahun 1968 Seri Diponegoro (tidak diterbitkan) Sebuah seri baru uang kertas Indonesia kali inidimulai dari pecahan 100 rupiah, didesain dengan tema Diponegoro pada tahun 1971 (tapi dicetak tanpa tanggal emisi), namun seri ini tidak pernah diterbitkan, meskipun uang kertas pecahan 1000 rupiah pada seri ini kemudian ditambahkan tanggal emisi dan diterbitkan pada tahun 1976 , namun bagian belakang pada uang pecahan 5000 rupiah (seri ini ) juga digunakan untuk uang kertas 5000 rupiah tahun 1976, tetapi dengan desain bagian depan yang baru (bukan diponegoro lagi). Rangkaian pembatalan uang kertas iniadalah yang terakhir di Indonesia dengan tema yang konsisten, yaitu uang kertas baru biasanya mempertahankan warna yang sama dengan yang lama dari pecahan yang sama. 10000 Rupiah, Tahun 1971 1976-1978: Uang Kertas seri ketiga; rupiah baru Karena pemalsuan uang kertas seri Sudirman yang merajalela, semua uang kertas pecahan 1.000, 5.000 dan 10.000 rupiah didesain ulang, tertanggal emisi 1975 dan diterbitkan pada tahun 1976. Uang kertas Sudirman 1000 rupiah keatas ditarik dari peredaran secara resmi tanggal 1 September 1977. Pendesainan ulang uang kertas pecahan 100 dan 500 rupiah diikuti pada tahun 1978, sehingga melengkapi seri ketiga dari uang kertas yang akan diterbitkan sejak devaluasi mata uang tahun 1965. 10000 Rupiah, Tahun 1971 Selama periode tahun 1970-an, Bank Indonesia mengeluarkan 6 macam pecahan yang terdiri dari: 100 badak – 1977 500 anggrek – 1977 1000 Diponegoro – 1975 5000 nelayan – 1975 10000 relief candi Borobudur – 1975 10000 gamelan – 1979 (Lihat dibawah) Dari ke 6 macam uang kertas iniyang paling sulit ditemukan dan tentu saja bernilai paling tinggi adalah pecahan 10.000 relief candi Borobudur karena mempunyai motif dan gambar yang sangat menarik selain bergambar relief candi Borobudur di bagian depan juga gambar barong di bagian belakang sehingga sangat digemari oleh kolektor mancanegara. 1979-1982: Uang Kertas rupiah baru Seri 4 Pada tahun 1979, uang kertas pertama kali yang perlu diganti lagi adalah 10.000 rupiah (pada saat itubernilai sekitar US $ 16). Selanjutnya uang kertas didesain ulang dan diikuti disemua pecahan kecuali 100 rupiah pada tahun 1980 dan 1982. Uang kertas rupiah ’1979 ‘, ’1980′, ’1982′, dicetak oleh Perum Peruri 10000 Rupiah, Tahun 1979 5000 Rupiah, Tahun 1980 500 Rupiah, Tahun 1982 1985-1988: Uang Kertas rupiah baru seri 5 Uang kertas 100 rupiah yang berasal dari tahun 1977 akhirnya digantikan pada tahun 1985, penggantian semua uang pecahan diikuti pada tahun 1985, 1987 dan 1988. 100 Rupiah, Tahun 1984 500 Rupiah, Tahun 1984 5000 Rupiah, Tahun 1988 1992: Seri keenam uang kertas rupiah baru Di tahun 1992 terlihat suatu perbaikan yang lengkap dari semua pecahan uang kertas untuk pertama kalinya sejak 1968. Selain itu, pecahan baru uang kertas 20.000 rupiah juga ditambahkan dengan nilai US $ sekitar $ 10 pada saat itu. iniadalah pecahan baru pertama sejak 10.000 rupiah diterbitkan pada bulan April 1970 (saat itusenilai sekitar US $ 26). Sebelum tahun 1990-an di bagian bawah setiap uang kertas tercantum tulisan seperti berikut: HERU SEOROSO DEL pada pecahan 100 rupiah 1984 SOERIPTO DEL pada pecahan 500 rupiah 1988 Kata Del berasal dari kata delineavit yang berarti “di gambar oleh”, sehingga Soeripto DEL artinya “di gambar oleh Soeripto” demikian juga dengan Heru Soeroso DEL artinya “di gambar oleh Heru Soeroso”. Dari sinilah edisi ke depannya, sejak memasuki tahun 1990-an, maka uang kertas kita tidak lagi mencantumkan kata-kata tersebut. Sebagai gantinya uang kertas Indonesia, tahun emisi dituliskan dalam bentuk teks kecil di tepi uang kertas (pojok bawah), dan tahun yang paling menonjol pada uang kertas ituadalah tahun kewenangan (misalnya, “Direksi 1992″). Date of Authority printed in the middle of the note 1000 Rupiah – 1992 Series printed in year 1994. “PERUM PERCETAKAN UANG RI IMP 1994″ represents The Indonesia Currency mint 1994 Cetakan Rupiah seri ’1992′, dicetak oleh Perum Peruri 10000 Rupiah, Tahun 1992 1993: Peringatan Soeharto – 50.000 rupiah Pada tahun 1993 sebuah uang kertas 50.000 rupiah (bernilai sekitar US $ 22) diterbitkan untuk merayakan “25 Tahun Pembangunan” dibuat dengan bahan polimer dan berhologram, uang iniditerbitkan secara terbatas hanya lima juta lembar saja, dan dalam bungkus penyajian / cover / folder dijelaskan rencana 25-tahun pertumbuhan sejak tahun 1969, dengan harga nilai nominal ganda : 100.000 rupiah. Desain inimenampilkan Soeharto di bagian depan dan bandara Soekarno-Hatta di bagian belakang, dengan sebuah pesawat yang sedang lepas landas melambangkan pertumbuhan Indonesia. Namun, diyakini karena penjualan yang buruk, beberapa uang polimer dikurangi. Sebuah versi lain berbahan kertas namun dengan desain serupa juga dicetak pada tahun 1993 dan 1994. Uang kertas Rupiah seri Soeharto ’1993′ 1995: penambahan benang pengaman pada uang kertas 1992/1993 ke atas Pada tahun 1995 menjadi tahun pengenalan bagi benang pengaman untuk uang kertas Indonesia, sebuah fitur baru di semua uang kertas pecahan besar (10.000 keatas) dengan ’1995 Direksi’ dan yang lebih baru. Uang kertas 20.000 rupiah (tahun emisi 1992) dan 50.000 (emisi 1993) juga diberi benang pengaman. 50000 Rupiah, Tahun 1995 Perbaruan untuk pecahan tinggi, diperkenalkannya 100.000 rupiah Uang kertas pecahan tinggi, 10.000, 20.000 dan 50.000 rupiah diganti pada tahun 1998 dan 1999. Ditambahkan juga sebuah uang polimer baru 100.000 rupiah (pada saat ituhanya bernilai sekitar US $ 10) diimpor dari Australia. Uang 100.000 initidak lagi dicetak menyusul pengenalan desain baru pada tahun 2004-2005 dan tidak lagi menjadi alat pembayaran yang sah sejak 31 Desember 2008, meskipun uang 100.000 initetap dapat ditukarkan di kantor Bank Indonesia hingga 10 tahun lebih lanjut. Dalam menerbitkan uang polimer, Indonesia mempunyai maksud tertentu, dan inilah penjelasannya : Bank Indonesia akan mengeluarkan uang dalam pecahan Rp100.000 pada tanggal 1 November 1999 sebagai alat pembayaran resmi. “Uang ituakan dibuat dari substrat polimer (plastik) yang lebih tahan lama dan sulit untuk dipalsukan dari pada bahan kertas” dikutip dari gubernur Bank Indonesia, Syahril Sabirin. Untuk menghindari penipuan, uang tersebut telah dilengkapi dengan elemen anti pemalsuan yang dapat dilihat secara kasat mata dan dapat disentuh agar masyarakat akrab dengan keaslian uang. Gubernur Bank Indonesia menjelaskan bahwa penerbitan uang dengan emisi baru iniadalah untuk mempermudah dan mempercepat transaksi tunai. Gambar utama di depan uang adalah Dr Ir. Soekarno dan Dr H. Mohammad Hatta, sementara di sisi lainnya bergambar gedung DPR yang bertujuan untuk mempromosikan penghargaan kami kepada keduanya dan lembaga tertinggi untuk nilai demokratis mereka. Penerbitan diumumkan dalam Berita Negara tahun 1999 nomor 206, sementara itubank-bank, kantor pos dan kantor kantor pelayanan masyarakat akan menerima poster uang sebagai pengumuman penerbitan di kantor mereka dan di tempat umum lainnya. Pengumuman inijuga tersedia di situs web Bank Indonesia. 50000 & 100.000 Rupiah, Tahun 1999 Uang pecahan 100.000 rupiah bergambar Sukarno Hatta inimerupakan uang polimer kedua yang diterbitkan oleh Indonesia. Sampai saat inisekitar 36 negara yang sudah menerbitkan uang berbahan dasar polimer, sehingga mengoleksi uang polimer sudah menjadi cabang numismatik tersendiri. Seri saat ini Uang pecahan rendah, 2000 dan 2001 Pecahan rendah, 1.000 dan 5.000 rupiah diperbarui pada tahun 2000 dan 2001 dengan gambar pahlawan nasional, dan terus akan dicetak hingga hari ini. Pecahan terendah sebelumnya, 100 dan 500 rupiah sudah tidak adalagi karena rupiah telah jatuh nilainya hingga 80% dibanding pecahan edisi sebelumnya pada tahun 1992. 1000 Rupiah, Tahun 2000 5000 Rupiah, Tahun 2001 Pembaruan pecahan tinggi 2004/2005 Uang kertas pecahan 10.000 – 100.000 diganti pada tahun 2004 dan 2005, dan uang 100.000 kembali ke desain kertas dan dicetak di Indonesia . sebagai catatan, polimer ternyata menyulitkan mesin bank untuk melakukan penghitungan, dan sebaiknya semua uang kertas diberi perangkat anti-pemalsuan saja (tidak dibuat dengan bahan polimer). 100000 Rupiah, Tahun 2004 50000 Rupiah, Tahun 2005 Uang kertas baru 2000 rupiah Setelah tertunda beberapa kali, menyusul pengumuman awal bahwa uang kertas pecahan 2000 rupiah akan menggantikan uang 1000 rupiah sebagai pecahan terendah, pecahan baru, 2.000 rupiah akhirnya resmi dirilis, dan beredar bersamaan dengan pecahan lainnya pada bulan Juli 2009. Selain uang pecahan 2000 rupiah ini, Bank Indonesia mengeluarkan uang kertas baru yang ditandatangani oleh Budiono. Walaupun bergambar sama, uang kertas 2009 mempunyai beberapa ciri yang berbeda antara lain : Tanda tangan Gubernur BI yang berbeda Tahun di bagian depan tercetak 2009 Tahun emisi yang tercetak di bagian bawah uang masih tetap sesuai dengan tahun pertama kali uang diterbitkan. Rupiah seri ’2009′ (Gubernur : Miranda S. Goeltom) – Printed by Perum Peruri 2000 Rupiah, Tahun 2009 Rupiah seri ’2009′ (Gubernur : Boediono) – Printed by Perum Peruri 50000 Rupiah Tahun 2009 100000 Rupiah, Tahun 2009 Dengan demikian uang yang berlaku hingga saat ini bisa dibilang dari seri 2000. Di seri ini, pecahan uang kertas (dari tahun 2000) memiliki pola yang sama (mirip) sehingga menyerupai satu seri. Mungkin dengan demikian kita bisa menyebut seri tahun 2000-an ini dengan seri pahlawan. Sampai saat ini berarti semua pecahan uang kertas telah diganti dengan uang baru yang lebih baik dalam segala hal termasuk desain, kualitas maupun keamanannya.

Masa Kemerdekaan Republik Indonesia Keadaan ekonomi di Indonesia pada awal kemerdekaan ditandai dengan hiperinflasi akibat peredaran beberapa mata uang yang tidak terkendali, sementara Pemerintah RI belum memiliki mata uang. Ada tiga mata uang yang dinyatakan berlaku oleh pemerintah RI pada tanggal 1 Oktober 1945, yaitu mata uang Jepang, mata uang Hindia Belanda, dan mata uang De Javasche Bank. . Mata uang Hindia Belanda dan mata uang De Javasche bank Diantara ketiga mata uang tersebut yang nilai tukarnya mengalami penurunan tajam adalah mata uang Jepang. Peredarannya mencapai empat milyar sehingga mata uang Jepang tersebut menjadi sumber hiperinflasi. Lapisan masyarakat yang paling menderita adalah petani, karena merekalah yang paling banyak menyimpan mata uang Jepang. Mata uang Jepang (Dai Nippon Teikoku Seihu) Kekacauan ekonomi akibat hiperinflasi diperparah oleh kebijakan Panglima AFNEI (Allied Forces Netherlands East Indies) Letjen Sir Montagu Stopford yang pada 6 Maret 1946 mengumumkan pemberlakuan mata uang NICA di seluruh wilayah Indonesia yang telah diduduki oleh pasukan AFNEI. Kebijakan ini diprotes keras oleh pemerintah RI, karena melanggar persetujuan bahwa masing-masing pihak tidak boleh mengeluarkan mata uang baru selama belum adanya penyelesaian politik. Namun protes keras ini diabaikan oleh AFNEI. Mata uang NICA digunakan AFNEI untuk membiayai operasi-operasi militernya di Indonesia dan sekaligus mengacaukan perekonomian nasional, sehingga akan muncul krisis kepercayaan rakyat terhadap kemampuan pemerintah RI dalam mengatasi persoalan ekonomi nasional. Karena protesnya tidak ditanggapi, maka pemerintah RI mengeluarkan kebijakan yang melarang seluruh rakyat Indonesia menggunakan mata uang NICA sebagai alat tukar. Langkah ini sangat penting karena peredaran mata uang NICA berada di luar kendali pemerintah RI, sehingga menyulitkan perbaikan ekonomi nasional. Mata Uang NICA Oleh karena AFNEI tidak mencabut pemberlakuan mata uang NICA, maka pada tanggal 26 Oktober 1946 pemerintah RI memberlakukan mata uang baru ORI (Oeang Republik Indonesia) sebagai alat tukar yang sah di seluruh wilayah RI. Sejak saat itu mata uang Jepang, mata uang Hindia Belanda dan mata uang De Javasche Bank dinyatakan tidak berlaku lagi. Dengan demikian hanya ada dua mata uang yang berlaku yaitu ORI dan NICA. Masing-masing mata uang hanya diakui oleh yang mengeluarkannya. Jadi ORI hanya diakui oleh pemerintah RI dan mata uang NICA hanya diakui oleh AFNEI. Rakyat ternyata lebih banyak memberikan dukungan kepada ORI. Hal ini mempunyai dampak politik bahwa rakyat lebih berpihak kepada pemerintah RI dari pada pemerintah sementara NICA yang hanya didukung AFNEI. Setelah perjanjian damai yang dinegosiasikan di Den Haag tahun 1949, ‘ORI’ (embel embel ‘sen’) ditarik dari peredaran untuk digantikan dengan uang yang diakui secara internasional yaitu ‘ rupiah Indonesia ‘. Sejak 2 November 1949, empat tahun setelah merdeka, Indonesia menetapkan Rupiah sebagai mata uang kebangsaannya yang baru. Namun, mata uang itu belum dipakai secara utuh di seluruh nusantara. Kepulauan Riau dan Irian Barat memiliki variasi rupiah mereka sendiri, tetapi penggunaan variasi rupiah dibubarkan pada tahun 1964 di Riau dan 1974 di Irian Barat. Oeang Republik Indonesia Seri 1, ’1945 ‘ Uang ORI pertama kali dicetak pada tahun 1946 dan mulai diberlakukan pertama kali di Jawa pada 10 Oktober 1946 dengan pecahan 1, 5 dan 10 sen, ditambah ½, 1, 5, 10, dan 100 rupiah. 1 sen, Tahun 1945 5 Sen, Tahun 1945 1 Rupiah, Tahun 1945 100 Rupiah, Tahun 1945 Seri 2, ’1 Januari 1947 ‘ Seri kedua dari ORI diterbitkan dari ‘Yogyakarta’, karena saat itu ibu kota negara Indonesia berpindah dari Jakarta ke Yogyakarta. Uang seri ke-2 ini dicetak dengan emisi 1 Januari 1947 dengan pecahan 5, 10, 25, dan 100 rupiah. 25 Rupiah, Tahun 1947 100 Rupiah, Tahun 1947 Seri 3, ’26 Juli 1947 ‘ Untuk edisi baru berikutnya adalah dengan emisi 26 Juli 1947 yang terdiri dari pecahan ½, 2 ½, 25, 50, 100, dan 250 rupiah. 1/2 Rupiah, Tahun 1947 100 Rupiah, Tahun 1947 Seri 4, ’23 Agustus 1948 ‘ Uang kertas baru dikeluarkan oleh pemerintah nasional pada tahun 1948, dalam pecahan yang aneh seperti 40, 75 100, dan 400 rupiah, ditambah sebuah uang 600 rupiah. Pada tanggal 19 Desember 1948, Belanda merebut Yogyakarta kembali sehingga kantor pusat bank sentral Republik Bank Negara Indonesia kembali menjadi ke De Javasche Bank dan kantor DJB juga dibuka kembali di Surakarta dan Kediri . Direncanakan pada tahun 1949 untuk merevaluasi nilai tukar rupiah (yang saat itu banyak beredar di Jawa). Untuk itu, ” Rupiah Baru ” dicetak dan tidak diterbitkan di Jawa, tetapi di daerah di luar Jawa seperti beberapa dikeluarkan di Sumatera, Irian dan lainnya. Pecahan yang dicetak adalah 10 sen (biru atau merah), ½ (hijau atau merah), 1 (ungu atau hijau), 10 (hitam atau coklat), 25, dan 100 rupiah. 75 Rupiah, 1948 600 Rupiah, Tahun 1948 Perundingan damai dengan Belanda dinegosiasikan di Den Haag pada bulan November 1949, menghasilkan kesepakatan salah satunya bahwa De Javasche Bank menjadi bank sentral atau bank utama di Indonesia , dan cetakan pertama rupiah yang dikeluarkan pasca kemerdekaan setidaknya harus sama seperti mata uang keluaran sebelumnya. Maka diputuskan bahwa De Javasche sebagai Bank tanggal hanya akan merevisi uang dibagian warna, seperti uang kertas 5 gulden berubah dari ungu ke merah dan hijau, 10 gulden dari hijau ke ungu, dan 25 gulden dari merah ke hijau. Selain itu, 50 gulden, 100 gulden, 500 gulden, dan 1000 gulden mulai ditambahkan, dan tertulis tahun emisi 1946. Karena adanya uang kertas 10 dan 25 sen (yang masih menjadi alat pembayaran yang sah dan masih akan terus dicetak), maka terjadi kesenjangan antara 25 sen Indonesia dan 5 gulden De Javasche Bank. Maka diisilah dengan cetakan 1/2 rupiah, 1 rupiah, dan 2 ½ rupiah, yang semua tertulis tahun emisi 1948. Kata-kata di uang kertas inimirip dengan pecahan 5 gulden keatas, tapi teks bahasa Indonesia (‘roepiah’) ditempatkan di atas tulisan berbahasa Belanda (‘gulden’). Uang kertas itusemua diprint / dicetak oleh Johan Enschede en Zonen (the Dutch printer). 5 Gulden-Rupiah, Tahun 1946 1000 Gulden-Rupiah, 1946 2,5 Gulden-Rupiah, Tahun 1948 10 Sen, Tahun 1949 Republik Indonesia Serikat money “Republik Indonesia Serikat” atau RIS mengeluarkan undang-undang pada tanggal 2 Juni 1950 yang memungkinkan Indonesia untuk mengeluarkan uang kertas baru, yaitu pecahan 5 dan 10 rupiah. Namun hal ini tidak bertahan lama, karena RIS dibubarkan pada 17 Agustus 1950 (5 tahun setelah deklarasi kemerdekaan yang sebenarnya). Uang uang tersebut dicetak oleh Thomas De La Rue dari Inggris dan memiliki tanggal emisi ’1 Januari 1950 ‘ yang tertulis pada uang kertas tersebut. 10 Rupiah, Tahun 1950 5 Rupiah, Tahun 1950 Nasionalisasi De Javasche Bank: Uang kertas pertama Republik Indonesia Dengan nasionalisasi De Javasche Bank melalui Undang-Undang Darurat tahun 1951, telah ditetapkan bahwa pemerintah akan mampu mengeluarkan uang pecahan 1 dan 2 ½ rupiah. Dengan demikian, uang kertas ‘ Republik Indonesia ‘ tahun emisi 1951 dikeluarkan pada pecahan 1 dan 2 ½ rupiah. Uang Kertas Pemerintah: Republik Indonesia, pertama seri (lanskap), 1951, dicetak oleh Perusahaan Percetakan Uang Kertas Keamanan (AS) 1 Rupiah, Tahun 1951 Pembentukan Bank Indonesia dari De Javasche Bank: kedua Republik Indonesia uang kertas Dengan transformasi dari DJB menjadi Bank Indonesia, Undang-Undang Darurat tahun 1951 diperbaharui menjadi Undang-undang Mata Uang 1953, dan uang kertas 1 dan 2 ½ rupiah tahun emisi 1951 dikeluarkan kembali dengan ditambah tanda tangan Menteri Keuangan dan tahun emisi 1953. Uang Kertas Pemerintah: Republik Indonesia, seri kedua (lanskap), 1953, dicetak oleh Perusahaan Percetakan Uang Kertas Keamanan (AS) 1 Rupiah, Tahun 1953 1953-1954: Uang Kertas Pertama Bank Indonesia Uang kertas baru dari De Javasche Bank yang telah dinasionalisasi menjadi ‘ Bank Indonesia ‘ telah siap diedarkan dengan tahun emisi 1952 dalam pecahan mulai dari 5, 10, 25, 50, 100, 500, dan 1000 rupiah, ditandatangani oleh Indra Kasoema sebagai Direktur, dan Sjafruddin Prawiranegara sebagai Gubernur. Uang kertas mulai beredar dari Juli 1953 sampai November 1954. 1952; Uang Kertas Bank Indonesia (‘ seri budaya ‘) 5 Rupiah, Tahun 1952 100 Rupiah, Tahun 1952 Meski telah memiliki uang kertas baru sendiri dan uang kertas yang bertuliskan nama DJB seharusnya tidak lagi dicetak, namun pada kenyataannya uang bertuliskan DJB beredar sejak 1950. Sehingga beberapa Uang kertas DJB tua dicabut, diantaranya sebagai berikut: 2 Maret 1956: Uang kertas 1000 gulden emisi ’1946 ‘ yang berasal dari tahun 1950 ditarik dari peredaran dan efektif pada tanggal 5 Maret 1959, karena pemalsuan merajalela. 22 November 1957: Uang kertas DJB pecahan 1 dan 2 ½ rupiah emisi ’1948 ‘ ditarik, efektif 1 Desember 1957, karena denominasi uang kertas adalah hak penerbitan pemerintah di bawah Undang-undang Mata Uang 1914 yang berlaku dan karenanya De Javasche Bank sudah tidak lagi memiliki otoritas untuk menangani masalah uang. Beberapa uang kertas pemerintah Hindia Belanda (semua pecahan rendah) yang masih sah dan kemudian dicabut antara lain sebagai berikut: 1 Januari 1954: semua uang kertas pemerintah ‘Nederlandsch Indie’ pecahan 1 / 2, 1, dan 2 ½ gulden ditarik dari peredaran karena semua uang ituberasal dari awal Perang Dunia 2, 1940 1 Januari 1957: Uang kertas ‘ Indonesia ‘ pecahan 10 sen dan 25 sen ’1947′ ditarik (uang ini dikeluarkan oleh Republik Indonesia) Pada tahun 1954, pemerintah Indonesia mendesain ulang uang kertas pecahan 1 dan 2 ½ rupiah, kemudian mengganti tahun emisi dan tanda tangan Menteri Keuangan yang baru di tahun 1956. Uang Kertas Pemerintah: Republik Indonesia, seri ketiga (orang etnis), 1954, dicetak oleh Pertjetakan Kebajoran 2,5 Rupiah, tahun 1954 Uang Kertas Pemerintah: Republik Indonesia, seri keempat (orang etnis), 1956, dicetak oleh Pertjetakan Kebajoran 2,5 Rupiah, Tahun 1956 1958-1959 seri Hewan – Seri Kedua dari Uang Kertas Bank Indonesia Pada tahun 1957, Gubernur Bank Indonesia Sjafruddin Prawiranegara menugaskan Thomas De La Rue & Co untuk membuat uang kertas seri baru. Namun, karena keterlibatan Syafruddin dengan PRRI maka ia digantikan oleh Loekman Hakim pada Januari 1958 sebagai gubernur . Spesimen yang diproduksi dalam pecahan 5, 10, 25, 50, 100, 500, 1000, dan 5000 rupiah, dan yang pertama kali diedarkan adalah pecahan 100 dan 1000 rupiah. Masalah keuangan agak terganggu oleh devaluasi mata uang pada 24 Agustus 1959, sehingga 500 (harimau) dan 1000 (gajah) rupiah didevaluasi menjadi 50 (buaya) dan 100 rupiah (tupai) pada September 1959. Untuk 2500 dan 5000 rupiah dinyatakan tidak perlu untuk devaluasi. Untuk 2500 Rupiah pada akhirnya terbit tiga tahun kemudian karena inflasi yang terus naik, sedangkan mata uang pecahan 5000 rupiah tidak pernah diterbitkan. Pecahan 10 dan 25 rupiah hanya diedarkan selama 3 hari, meskipun mereka tetap menjadi alat pembayaran yang sah. Di samping 8 uang kertas yang sedang didesain, Loekman juga menugaskan membuat uang kertas baru, 2500 rupiah. Terlepas dari uang kertas 100 dan 1000 rupiah, uang kertas pecahan yang juga tinggi yaitu 500 rupiah dirilis pada tanggal 6 Januari 1959. Seri Hewan (not dated, pertama dicetak 1957, kecuali untuk 2500 rupiah), semua dicetak Thomas De La Rue 5000 Rupiah, Tahun 1957 1959: Indonesia Pertama dirancang catatan, seri ‘kerajinan’ 8 September 1959, Indonesia murni pertama kali merancang uang kertas dan diterbitkan oleh percetakan negara ‘Pertjetakan Kebajoran’ yaitu uang kertas pecahan 5 dan 100 rupiah. 5 Rupiah, Tahun 1959 1960: Uang Kertas Bunga Thomas De La Rue dan Burung Satu lagi rangkaian uang kertas baru, kali ini dengan seri ‘bunga’ yang diterbitkan oleh Bank Indonesia pada tahun 1960 (memperlihatkan bunga di bagian depan dan burung di sebaliknya), tertanggal emisi 1 Januari 1959, namun diterbitkan pada tahun 1960. uang uang kertas ini dicetak oleh Thomas De La Rue & Co Ltd dari Inggris. Seri bunga dan burung, tertanggal ’1 Januari 1959 ‘, diterbitkan pada tahun 1960, dicetak oleh Thomas De La Rue 1000 Rupiah, tahun 1959 1960-1961: uang kertas Pemerintah Sebuah desain uang kertas pemerintah Indonesia yang baru untuk pecahan 1 dan 2 ½ rupiah diterbitkan pada tahun 1960 memperlihatkan buruh tani, tertanggal emisi 1961 dengan tanda tangan Menteri Keuangan yang baru. Uang Kertas Pemerintah: Republik Indonesia, seri kelima (tema pertanian), 1960, dicetak oleh Pertjetakan Kebajoran 2,5 Rupiah, Tahun 1960 Uang Kertas Pemerintah: Republik Indonesia, seri keenam (tema pertanian), 1961, dicetak oleh Pertjetakan Kebajoran 2,5 Rupiah, Tahun 1961 1961-1964: seri Lengkap kerajinan Indonesia juga mengeluarkan uang kertas dengan seri kerajinan tangan menggantikan TDLR pada tahun 1961 dan 1962, dengan pecahan 5 sampai 1000 rupiah. 100 Rupiah, Tahun 1958 1000 Rupiah, Tahun 1964 Karena terjadinya inflasi, Uang kertas pecahan 2.500 rupiah dengan desain ‘hewan’ akhirnya diterbitkan pada bulan September 1962, kemudian menjadi pecahan teratas. Suatu respon lanjutan terhadap inflasi yang datang maka diterbitkannya pecahan 5000 (coklat) rupiah tertanggal emisi 1958 pada bulan Oktober 1963. Pada bulan Agustus 1964, dirasa perlu untuk menambahkan uang kertas 10.000 rupiah (merah), tertanggal emisi ’1964 ‘, melengkapi seri buruh kasar (manual workers). 1965: Pembaruan Uang Kertas seri Kerajinan Pada tahun 1965, di tengah inflasi yang melonjak, semua uang kecuali 5 rupiah kebawah dan 500 rupiah dengan seri kerajinan tangan direvisi dan diterbitkan kembali. Uang kertas dengan gambar Kerajinan / rumah asli Indonesia , dicetak oleh Pertjetakan Kebajoran, diterbitkan tahun 1965 – seri kedua 1000 Rupiah, Tahun 1958 10000 Rupiah, Tahun 1964 1965-1968: seri pertama uang kertas (‘ Soekarno ‘) Hiperinflasi awal tahun 1960-an mengakibatkan pembacaan ‘rupiah baru’ dianggap hanya senilai 1.000 rupiah lama. Penarikan uang lama berarti sama dengan penerbitan uang kertas baru, dengan Keputusan Presiden 13 Desember 1965. Keputusan resmi Bank Indonesia untuk menerbitkan uang kertas fraksional untuk pertama kalinya (meski uang pecahan 1 dan 2 ½ rupiah masih dikeluarkan oleh pemerintah sendiri), dalam pecahan 1, 5, 10, 25, dan 50 sen tertanggal emisi 1964 menampilkan gambar para ‘sukarelawan’. Tetapi kenyataannya bahwa rupiah hanya didevaluasi 10, bukan 1000 kali, sehingga membuatnya tidak berharga pada saat penerbitan dan jutaan uang kertas tidak pernah diedarkan. Semua uang kertas yang tersisa menampilkan Presiden Soekarno pada bagian depan, dan berbagai penari disebaliknya; seri iniditerbitkan oleh ‘ Republik Indonesia (ORI) ‘ dalam pecahan 1 dan 2 ½ rupiah tertanggal emisi 1964, dan Bank Indonesia tertanggal emisi 1960 dalam bentuk pecahan 5, 10, 25, 50 , dan 100 rupiah; Uang kertas mulai dari pecahan 500 sampai 10.000 rupiah dianggap tidak perlu dikeluarkan karena terjadinya devaluasi. 2,5 Sen, Tahun 1964 50 Sen, Tahun 1964 1000 Rupiah, Tahun 1960 1968-1970: Uang kertas seri kedua (‘Sudirman’) Pada tahun 1968 masa Orde Baru Suharto telah dibentuk, dan Bank Indonesia sejak 1968 diberi hak tunggal untuk mengeluarkan / mengedarkan uang kertas (termasuk uang di bawah 5 rupiah) serta uang logam (yang sebelumnya menjadi persoalan pemerintah pusat) dengan demikian ORI sudah tidak diterbitkan lagi. Oleh karena itu, edisi uang kertas baru dari pecahan 1 sampai 1.000 rupiah, tertanggal emisi 1968 semuanya dari Bank Indonesia. Uang kertas baru kali inimenampilkan pahlawan revolusi Jenderal Sudirman, didukung oleh berbagai macam pemandangan berbagai industri. Uang kertas ituditerbitkan pada tahun 1968 dan 1969. Pada tahun 1970, uang kertas dengan tema yang sama (tapi menggunakan watermark yang berbeda) pecahan 5.000 dan 10.000 rupiah juga diedarkan, sehingga memulihkan pecahan uang yang sama dengan yang telah beredar sebelum terjadi devaluasi tahun 1965. Uang kertas edisi Sudirman / industri, ’1968′, Bank Indonesia: Uang kertas seri Kedua pasca-devaluasi, Dicetak oleh PN Pertjetakan Kebajoran 50 Rupiah, Tahun 1968 Seri Diponegoro (tidak diterbitkan) Sebuah seri baru uang kertas Indonesia kali inidimulai dari pecahan 100 rupiah, didesain dengan tema Diponegoro pada tahun 1971 (tapi dicetak tanpa tanggal emisi), namun seri ini tidak pernah diterbitkan, meskipun uang kertas pecahan 1000 rupiah pada seri ini kemudian ditambahkan tanggal emisi dan diterbitkan pada tahun 1976 , namun bagian belakang pada uang pecahan 5000 rupiah (seri ini ) juga digunakan untuk uang kertas 5000 rupiah tahun 1976, tetapi dengan desain bagian depan yang baru (bukan diponegoro lagi). Rangkaian pembatalan uang kertas iniadalah yang terakhir di Indonesia dengan tema yang konsisten, yaitu uang kertas baru biasanya mempertahankan warna yang sama dengan yang lama dari pecahan yang sama. 10000 Rupiah, Tahun 1971 1976-1978: Uang Kertas seri ketiga; rupiah baru Karena pemalsuan uang kertas seri Sudirman yang merajalela, semua uang kertas pecahan 1.000, 5.000 dan 10.000 rupiah didesain ulang, tertanggal emisi 1975 dan diterbitkan pada tahun 1976. Uang kertas Sudirman 1000 rupiah keatas ditarik dari peredaran secara resmi tanggal 1 September 1977. Pendesainan ulang uang kertas pecahan 100 dan 500 rupiah diikuti pada tahun 1978, sehingga melengkapi seri ketiga dari uang kertas yang akan diterbitkan sejak devaluasi mata uang tahun 1965. 10000 Rupiah, Tahun 1971 Selama periode tahun 1970-an, Bank Indonesia mengeluarkan 6 macam pecahan yang terdiri dari: 100 badak – 1977 500 anggrek – 1977 1000 Diponegoro – 1975 5000 nelayan – 1975 10000 relief candi Borobudur – 1975 10000 gamelan – 1979 (Lihat dibawah) Dari ke 6 macam uang kertas iniyang paling sulit ditemukan dan tentu saja bernilai paling tinggi adalah pecahan 10.000 relief candi Borobudur karena mempunyai motif dan gambar yang sangat menarik selain bergambar relief candi Borobudur di bagian depan juga gambar barong di bagian belakang sehingga sangat digemari oleh kolektor mancanegara. 1979-1982: Uang Kertas rupiah baru Seri 4 Pada tahun 1979, uang kertas pertama kali yang perlu diganti lagi adalah 10.000 rupiah (pada saat itubernilai sekitar US $ 16). Selanjutnya uang kertas didesain ulang dan diikuti disemua pecahan kecuali 100 rupiah pada tahun 1980 dan 1982. Uang kertas rupiah ’1979 ‘, ’1980′, ’1982′, dicetak oleh Perum Peruri 10000 Rupiah, Tahun 1979 5000 Rupiah, Tahun 1980 500 Rupiah, Tahun 1982 1985-1988: Uang Kertas rupiah baru seri 5 Uang kertas 100 rupiah yang berasal dari tahun 1977 akhirnya digantikan pada tahun 1985, penggantian semua uang pecahan diikuti pada tahun 1985, 1987 dan 1988. 100 Rupiah, Tahun 1984 500 Rupiah, Tahun 1984 5000 Rupiah, Tahun 1988 1992: Seri keenam uang kertas rupiah baru Di tahun 1992 terlihat suatu perbaikan yang lengkap dari semua pecahan uang kertas untuk pertama kalinya sejak 1968. Selain itu, pecahan baru uang kertas 20.000 rupiah juga ditambahkan dengan nilai US $ sekitar $ 10 pada saat itu. iniadalah pecahan baru pertama sejak 10.000 rupiah diterbitkan pada bulan April 1970 (saat itusenilai sekitar US $ 26). Sebelum tahun 1990-an di bagian bawah setiap uang kertas tercantum tulisan seperti berikut: HERU SEOROSO DEL pada pecahan 100 rupiah 1984 SOERIPTO DEL pada pecahan 500 rupiah 1988 Kata Del berasal dari kata delineavit yang berarti “di gambar oleh”, sehingga Soeripto DEL artinya “di gambar oleh Soeripto” demikian juga dengan Heru Soeroso DEL artinya “di gambar oleh Heru Soeroso”. Dari sinilah edisi ke depannya, sejak memasuki tahun 1990-an, maka uang kertas kita tidak lagi mencantumkan kata-kata tersebut. Sebagai gantinya uang kertas Indonesia, tahun emisi dituliskan dalam bentuk teks kecil di tepi uang kertas (pojok bawah), dan tahun yang paling menonjol pada uang kertas ituadalah tahun kewenangan (misalnya, “Direksi 1992″). Date of Authority printed in the middle of the note 1000 Rupiah – 1992 Series printed in year 1994. “PERUM PERCETAKAN UANG RI IMP 1994″ represents The Indonesia Currency mint 1994 Cetakan Rupiah seri ’1992′, dicetak oleh Perum Peruri 10000 Rupiah, Tahun 1992 1993: Peringatan Soeharto – 50.000 rupiah Pada tahun 1993 sebuah uang kertas 50.000 rupiah (bernilai sekitar US $ 22) diterbitkan untuk merayakan “25 Tahun Pembangunan” dibuat dengan bahan polimer dan berhologram, uang iniditerbitkan secara terbatas hanya lima juta lembar saja, dan dalam bungkus penyajian / cover / folder dijelaskan rencana 25-tahun pertumbuhan sejak tahun 1969, dengan harga nilai nominal ganda : 100.000 rupiah. Desain inimenampilkan Soeharto di bagian depan dan bandara Soekarno-Hatta di bagian belakang, dengan sebuah pesawat yang sedang lepas landas melambangkan pertumbuhan Indonesia. Namun, diyakini karena penjualan yang buruk, beberapa uang polimer dikurangi. Sebuah versi lain berbahan kertas namun dengan desain serupa juga dicetak pada tahun 1993 dan 1994. Uang kertas Rupiah seri Soeharto ’1993′ 1995: penambahan benang pengaman pada uang kertas 1992/1993 ke atas Pada tahun 1995 menjadi tahun pengenalan bagi benang pengaman untuk uang kertas Indonesia, sebuah fitur baru di semua uang kertas pecahan besar (10.000 keatas) dengan ’1995 Direksi’ dan yang lebih baru. Uang kertas 20.000 rupiah (tahun emisi 1992) dan 50.000 (emisi 1993) juga diberi benang pengaman. 50000 Rupiah, Tahun 1995 Perbaruan untuk pecahan tinggi, diperkenalkannya 100.000 rupiah Uang kertas pecahan tinggi, 10.000, 20.000 dan 50.000 rupiah diganti pada tahun 1998 dan 1999. Ditambahkan juga sebuah uang polimer baru 100.000 rupiah (pada saat ituhanya bernilai sekitar US $ 10) diimpor dari Australia. Uang 100.000 initidak lagi dicetak menyusul pengenalan desain baru pada tahun 2004-2005 dan tidak lagi menjadi alat pembayaran yang sah sejak 31 Desember 2008, meskipun uang 100.000 initetap dapat ditukarkan di kantor Bank Indonesia hingga 10 tahun lebih lanjut. Dalam menerbitkan uang polimer, Indonesia mempunyai maksud tertentu, dan inilah penjelasannya : Bank Indonesia akan mengeluarkan uang dalam pecahan Rp100.000 pada tanggal 1 November 1999 sebagai alat pembayaran resmi. “Uang ituakan dibuat dari substrat polimer (plastik) yang lebih tahan lama dan sulit untuk dipalsukan dari pada bahan kertas” dikutip dari gubernur Bank Indonesia, Syahril Sabirin. Untuk menghindari penipuan, uang tersebut telah dilengkapi dengan elemen anti pemalsuan yang dapat dilihat secara kasat mata dan dapat disentuh agar masyarakat akrab dengan keaslian uang. Gubernur Bank Indonesia menjelaskan bahwa penerbitan uang dengan emisi baru iniadalah untuk mempermudah dan mempercepat transaksi tunai. Gambar utama di depan uang adalah Dr Ir. Soekarno dan Dr H. Mohammad Hatta, sementara di sisi lainnya bergambar gedung DPR yang bertujuan untuk mempromosikan penghargaan kami kepada keduanya dan lembaga tertinggi untuk nilai demokratis mereka. Penerbitan diumumkan dalam Berita Negara tahun 1999 nomor 206, sementara itubank-bank, kantor pos dan kantor kantor pelayanan masyarakat akan menerima poster uang sebagai pengumuman penerbitan di kantor mereka dan di tempat umum lainnya. Pengumuman inijuga tersedia di situs web Bank Indonesia. 50000 & 100.000 Rupiah, Tahun 1999 Uang pecahan 100.000 rupiah bergambar Sukarno Hatta inimerupakan uang polimer kedua yang diterbitkan oleh Indonesia. Sampai saat inisekitar 36 negara yang sudah menerbitkan uang berbahan dasar polimer, sehingga mengoleksi uang polimer sudah menjadi cabang numismatik tersendiri. Seri saat ini Uang pecahan rendah, 2000 dan 2001 Pecahan rendah, 1.000 dan 5.000 rupiah diperbarui pada tahun 2000 dan 2001 dengan gambar pahlawan nasional, dan terus akan dicetak hingga hari ini. Pecahan terendah sebelumnya, 100 dan 500 rupiah sudah tidak adalagi karena rupiah telah jatuh nilainya hingga 80% dibanding pecahan edisi sebelumnya pada tahun 1992. 1000 Rupiah, Tahun 2000 5000 Rupiah, Tahun 2001 Pembaruan pecahan tinggi 2004/2005 Uang kertas pecahan 10.000 – 100.000 diganti pada tahun 2004 dan 2005, dan uang 100.000 kembali ke desain kertas dan dicetak di Indonesia . sebagai catatan, polimer ternyata menyulitkan mesin bank untuk melakukan penghitungan, dan sebaiknya semua uang kertas diberi perangkat anti-pemalsuan saja (tidak dibuat dengan bahan polimer). 100000 Rupiah, Tahun 2004 50000 Rupiah, Tahun 2005 Uang kertas baru 2000 rupiah Setelah tertunda beberapa kali, menyusul pengumuman awal bahwa uang kertas pecahan 2000 rupiah akan menggantikan uang 1000 rupiah sebagai pecahan terendah, pecahan baru, 2.000 rupiah akhirnya resmi dirilis, dan beredar bersamaan dengan pecahan lainnya pada bulan Juli 2009. Selain uang pecahan 2000 rupiah ini, Bank Indonesia mengeluarkan uang kertas baru yang ditandatangani oleh Budiono. Walaupun bergambar sama, uang kertas 2009 mempunyai beberapa ciri yang berbeda antara lain : Tanda tangan Gubernur BI yang berbeda Tahun di bagian depan tercetak 2009 Tahun emisi yang tercetak di bagian bawah uang masih tetap sesuai dengan tahun pertama kali uang diterbitkan. Rupiah seri ’2009′ (Gubernur : Miranda S. Goeltom) – Printed by Perum Peruri 2000 Rupiah, Tahun 2009 Rupiah seri ’2009′ (Gubernur : Boediono) – Printed by Perum Peruri 50000 Rupiah Tahun 2009 100000 Rupiah, Tahun 2009 Dengan demikian uang yang berlaku hingga saat ini bisa dibilang dari seri 2000. Di seri ini, pecahan uang kertas (dari tahun 2000) memiliki pola yang sama (mirip) sehingga menyerupai satu seri. Mungkin dengan demikian kita bisa menyebut seri tahun 2000-an ini dengan seri pahlawan. Sampai saat ini berarti semua pecahan uang kertas telah diganti dengan uang baru yang lebih baik dalam segala hal termasuk desain, kualitas maupun keamanannya.

Masa Kemerdekaan Republik Indonesia Keadaan ekonomi di Indonesia pada awal kemerdekaan ditandai dengan hiperinflasi akibat peredaran beberapa mata uang yang tidak terkendali, sementara Pemerintah RI belum memiliki mata uang. Ada tiga mata uang yang dinyatakan berlaku oleh pemerintah RI pada tanggal 1 Oktober 1945, yaitu mata uang Jepang, mata uang Hindia Belanda, dan mata uang De Javasche Bank. . Mata uang Hindia Belanda dan mata uang De Javasche bank Diantara ketiga mata uang tersebut yang nilai tukarnya mengalami penurunan tajam adalah mata uang Jepang. Peredarannya mencapai empat milyar sehingga mata uang Jepang tersebut menjadi sumber hiperinflasi. Lapisan masyarakat yang paling menderita adalah petani, karena merekalah yang paling banyak menyimpan mata uang Jepang. Mata uang Jepang (Dai Nippon Teikoku Seihu) Kekacauan ekonomi akibat hiperinflasi diperparah oleh kebijakan Panglima AFNEI (Allied Forces Netherlands East Indies) Letjen Sir Montagu Stopford yang pada 6 Maret 1946 mengumumkan pemberlakuan mata uang NICA di seluruh wilayah Indonesia yang telah diduduki oleh pasukan AFNEI. Kebijakan ini diprotes keras oleh pemerintah RI, karena melanggar persetujuan bahwa masing-masing pihak tidak boleh mengeluarkan mata uang baru selama belum adanya penyelesaian politik. Namun protes keras ini diabaikan oleh AFNEI. Mata uang NICA digunakan AFNEI untuk membiayai operasi-operasi militernya di Indonesia dan sekaligus mengacaukan perekonomian nasional, sehingga akan muncul krisis kepercayaan rakyat terhadap kemampuan pemerintah RI dalam mengatasi persoalan ekonomi nasional. Karena protesnya tidak ditanggapi, maka pemerintah RI mengeluarkan kebijakan yang melarang seluruh rakyat Indonesia menggunakan mata uang NICA sebagai alat tukar. Langkah ini sangat penting karena peredaran mata uang NICA berada di luar kendali pemerintah RI, sehingga menyulitkan perbaikan ekonomi nasional. Mata Uang NICA Oleh karena AFNEI tidak mencabut pemberlakuan mata uang NICA, maka pada tanggal 26 Oktober 1946 pemerintah RI memberlakukan mata uang baru ORI (Oeang Republik Indonesia) sebagai alat tukar yang sah di seluruh wilayah RI. Sejak saat itu mata uang Jepang, mata uang Hindia Belanda dan mata uang De Javasche Bank dinyatakan tidak berlaku lagi. Dengan demikian hanya ada dua mata uang yang berlaku yaitu ORI dan NICA. Masing-masing mata uang hanya diakui oleh yang mengeluarkannya. Jadi ORI hanya diakui oleh pemerintah RI dan mata uang NICA hanya diakui oleh AFNEI. Rakyat ternyata lebih banyak memberikan dukungan kepada ORI. Hal ini mempunyai dampak politik bahwa rakyat lebih berpihak kepada pemerintah RI dari pada pemerintah sementara NICA yang hanya didukung AFNEI. Setelah perjanjian damai yang dinegosiasikan di Den Haag tahun 1949, ‘ORI’ (embel embel ‘sen’) ditarik dari peredaran untuk digantikan dengan uang yang diakui secara internasional yaitu ‘ rupiah Indonesia ‘. Sejak 2 November 1949, empat tahun setelah merdeka, Indonesia menetapkan Rupiah sebagai mata uang kebangsaannya yang baru. Namun, mata uang itu belum dipakai secara utuh di seluruh nusantara. Kepulauan Riau dan Irian Barat memiliki variasi rupiah mereka sendiri, tetapi penggunaan variasi rupiah dibubarkan pada tahun 1964 di Riau dan 1974 di Irian Barat. Oeang Republik Indonesia Seri 1, ’1945 ‘ Uang ORI pertama kali dicetak pada tahun 1946 dan mulai diberlakukan pertama kali di Jawa pada 10 Oktober 1946 dengan pecahan 1, 5 dan 10 sen, ditambah ½, 1, 5, 10, dan 100 rupiah. 1 sen, Tahun 1945 5 Sen, Tahun 1945 1 Rupiah, Tahun 1945 100 Rupiah, Tahun 1945 Seri 2, ’1 Januari 1947 ‘ Seri kedua dari ORI diterbitkan dari ‘Yogyakarta’, karena saat itu ibu kota negara Indonesia berpindah dari Jakarta ke Yogyakarta. Uang seri ke-2 ini dicetak dengan emisi 1 Januari 1947 dengan pecahan 5, 10, 25, dan 100 rupiah. 25 Rupiah, Tahun 1947 100 Rupiah, Tahun 1947 Seri 3, ’26 Juli 1947 ‘ Untuk edisi baru berikutnya adalah dengan emisi 26 Juli 1947 yang terdiri dari pecahan ½, 2 ½, 25, 50, 100, dan 250 rupiah. 1/2 Rupiah, Tahun 1947 100 Rupiah, Tahun 1947 Seri 4, ’23 Agustus 1948 ‘ Uang kertas baru dikeluarkan oleh pemerintah nasional pada tahun 1948, dalam pecahan yang aneh seperti 40, 75 100, dan 400 rupiah, ditambah sebuah uang 600 rupiah. Pada tanggal 19 Desember 1948, Belanda merebut Yogyakarta kembali sehingga kantor pusat bank sentral Republik Bank Negara Indonesia kembali menjadi ke De Javasche Bank dan kantor DJB juga dibuka kembali di Surakarta dan Kediri . Direncanakan pada tahun 1949 untuk merevaluasi nilai tukar rupiah (yang saat itu banyak beredar di Jawa). Untuk itu, ” Rupiah Baru ” dicetak dan tidak diterbitkan di Jawa, tetapi di daerah di luar Jawa seperti beberapa dikeluarkan di Sumatera, Irian dan lainnya. Pecahan yang dicetak adalah 10 sen (biru atau merah), ½ (hijau atau merah), 1 (ungu atau hijau), 10 (hitam atau coklat), 25, dan 100 rupiah. 75 Rupiah, 1948 600 Rupiah, Tahun 1948 Perundingan damai dengan Belanda dinegosiasikan di Den Haag pada bulan November 1949, menghasilkan kesepakatan salah satunya bahwa De Javasche Bank menjadi bank sentral atau bank utama di Indonesia , dan cetakan pertama rupiah yang dikeluarkan pasca kemerdekaan setidaknya harus sama seperti mata uang keluaran sebelumnya. Maka diputuskan bahwa De Javasche sebagai Bank tanggal hanya akan merevisi uang dibagian warna, seperti uang kertas 5 gulden berubah dari ungu ke merah dan hijau, 10 gulden dari hijau ke ungu, dan 25 gulden dari merah ke hijau. Selain itu, 50 gulden, 100 gulden, 500 gulden, dan 1000 gulden mulai ditambahkan, dan tertulis tahun emisi 1946. Karena adanya uang kertas 10 dan 25 sen (yang masih menjadi alat pembayaran yang sah dan masih akan terus dicetak), maka terjadi kesenjangan antara 25 sen Indonesia dan 5 gulden De Javasche Bank. Maka diisilah dengan cetakan 1/2 rupiah, 1 rupiah, dan 2 ½ rupiah, yang semua tertulis tahun emisi 1948. Kata-kata di uang kertas inimirip dengan pecahan 5 gulden keatas, tapi teks bahasa Indonesia (‘roepiah’) ditempatkan di atas tulisan berbahasa Belanda (‘gulden’). Uang kertas itusemua diprint / dicetak oleh Johan Enschede en Zonen (the Dutch printer). 5 Gulden-Rupiah, Tahun 1946 1000 Gulden-Rupiah, 1946 2,5 Gulden-Rupiah, Tahun 1948 10 Sen, Tahun 1949 Republik Indonesia Serikat money “Republik Indonesia Serikat” atau RIS mengeluarkan undang-undang pada tanggal 2 Juni 1950 yang memungkinkan Indonesia untuk mengeluarkan uang kertas baru, yaitu pecahan 5 dan 10 rupiah. Namun hal ini tidak bertahan lama, karena RIS dibubarkan pada 17 Agustus 1950 (5 tahun setelah deklarasi kemerdekaan yang sebenarnya). Uang uang tersebut dicetak oleh Thomas De La Rue dari Inggris dan memiliki tanggal emisi ’1 Januari 1950 ‘ yang tertulis pada uang kertas tersebut. 10 Rupiah, Tahun 1950 5 Rupiah, Tahun 1950 Nasionalisasi De Javasche Bank: Uang kertas pertama Republik Indonesia Dengan nasionalisasi De Javasche Bank melalui Undang-Undang Darurat tahun 1951, telah ditetapkan bahwa pemerintah akan mampu mengeluarkan uang pecahan 1 dan 2 ½ rupiah. Dengan demikian, uang kertas ‘ Republik Indonesia ‘ tahun emisi 1951 dikeluarkan pada pecahan 1 dan 2 ½ rupiah. Uang Kertas Pemerintah: Republik Indonesia, pertama seri (lanskap), 1951, dicetak oleh Perusahaan Percetakan Uang Kertas Keamanan (AS) 1 Rupiah, Tahun 1951 Pembentukan Bank Indonesia dari De Javasche Bank: kedua Republik Indonesia uang kertas Dengan transformasi dari DJB menjadi Bank Indonesia, Undang-Undang Darurat tahun 1951 diperbaharui menjadi Undang-undang Mata Uang 1953, dan uang kertas 1 dan 2 ½ rupiah tahun emisi 1951 dikeluarkan kembali dengan ditambah tanda tangan Menteri Keuangan dan tahun emisi 1953. Uang Kertas Pemerintah: Republik Indonesia, seri kedua (lanskap), 1953, dicetak oleh Perusahaan Percetakan Uang Kertas Keamanan (AS) 1 Rupiah, Tahun 1953 1953-1954: Uang Kertas Pertama Bank Indonesia Uang kertas baru dari De Javasche Bank yang telah dinasionalisasi menjadi ‘ Bank Indonesia ‘ telah siap diedarkan dengan tahun emisi 1952 dalam pecahan mulai dari 5, 10, 25, 50, 100, 500, dan 1000 rupiah, ditandatangani oleh Indra Kasoema sebagai Direktur, dan Sjafruddin Prawiranegara sebagai Gubernur. Uang kertas mulai beredar dari Juli 1953 sampai November 1954. 1952; Uang Kertas Bank Indonesia (‘ seri budaya ‘) 5 Rupiah, Tahun 1952 100 Rupiah, Tahun 1952 Meski telah memiliki uang kertas baru sendiri dan uang kertas yang bertuliskan nama DJB seharusnya tidak lagi dicetak, namun pada kenyataannya uang bertuliskan DJB beredar sejak 1950. Sehingga beberapa Uang kertas DJB tua dicabut, diantaranya sebagai berikut: 2 Maret 1956: Uang kertas 1000 gulden emisi ’1946 ‘ yang berasal dari tahun 1950 ditarik dari peredaran dan efektif pada tanggal 5 Maret 1959, karena pemalsuan merajalela. 22 November 1957: Uang kertas DJB pecahan 1 dan 2 ½ rupiah emisi ’1948 ‘ ditarik, efektif 1 Desember 1957, karena denominasi uang kertas adalah hak penerbitan pemerintah di bawah Undang-undang Mata Uang 1914 yang berlaku dan karenanya De Javasche Bank sudah tidak lagi memiliki otoritas untuk menangani masalah uang. Beberapa uang kertas pemerintah Hindia Belanda (semua pecahan rendah) yang masih sah dan kemudian dicabut antara lain sebagai berikut: 1 Januari 1954: semua uang kertas pemerintah ‘Nederlandsch Indie’ pecahan 1 / 2, 1, dan 2 ½ gulden ditarik dari peredaran karena semua uang ituberasal dari awal Perang Dunia 2, 1940 1 Januari 1957: Uang kertas ‘ Indonesia ‘ pecahan 10 sen dan 25 sen ’1947′ ditarik (uang ini dikeluarkan oleh Republik Indonesia) Pada tahun 1954, pemerintah Indonesia mendesain ulang uang kertas pecahan 1 dan 2 ½ rupiah, kemudian mengganti tahun emisi dan tanda tangan Menteri Keuangan yang baru di tahun 1956. Uang Kertas Pemerintah: Republik Indonesia, seri ketiga (orang etnis), 1954, dicetak oleh Pertjetakan Kebajoran 2,5 Rupiah, tahun 1954 Uang Kertas Pemerintah: Republik Indonesia, seri keempat (orang etnis), 1956, dicetak oleh Pertjetakan Kebajoran 2,5 Rupiah, Tahun 1956 1958-1959 seri Hewan – Seri Kedua dari Uang Kertas Bank Indonesia Pada tahun 1957, Gubernur Bank Indonesia Sjafruddin Prawiranegara menugaskan Thomas De La Rue & Co untuk membuat uang kertas seri baru. Namun, karena keterlibatan Syafruddin dengan PRRI maka ia digantikan oleh Loekman Hakim pada Januari 1958 sebagai gubernur . Spesimen yang diproduksi dalam pecahan 5, 10, 25, 50, 100, 500, 1000, dan 5000 rupiah, dan yang pertama kali diedarkan adalah pecahan 100 dan 1000 rupiah. Masalah keuangan agak terganggu oleh devaluasi mata uang pada 24 Agustus 1959, sehingga 500 (harimau) dan 1000 (gajah) rupiah didevaluasi menjadi 50 (buaya) dan 100 rupiah (tupai) pada September 1959. Untuk 2500 dan 5000 rupiah dinyatakan tidak perlu untuk devaluasi. Untuk 2500 Rupiah pada akhirnya terbit tiga tahun kemudian karena inflasi yang terus naik, sedangkan mata uang pecahan 5000 rupiah tidak pernah diterbitkan. Pecahan 10 dan 25 rupiah hanya diedarkan selama 3 hari, meskipun mereka tetap menjadi alat pembayaran yang sah. Di samping 8 uang kertas yang sedang didesain, Loekman juga menugaskan membuat uang kertas baru, 2500 rupiah. Terlepas dari uang kertas 100 dan 1000 rupiah, uang kertas pecahan yang juga tinggi yaitu 500 rupiah dirilis pada tanggal 6 Januari 1959. Seri Hewan (not dated, pertama dicetak 1957, kecuali untuk 2500 rupiah), semua dicetak Thomas De La Rue 5000 Rupiah, Tahun 1957 1959: Indonesia Pertama dirancang catatan, seri ‘kerajinan’ 8 September 1959, Indonesia murni pertama kali merancang uang kertas dan diterbitkan oleh percetakan negara ‘Pertjetakan Kebajoran’ yaitu uang kertas pecahan 5 dan 100 rupiah. 5 Rupiah, Tahun 1959 1960: Uang Kertas Bunga Thomas De La Rue dan Burung Satu lagi rangkaian uang kertas baru, kali ini dengan seri ‘bunga’ yang diterbitkan oleh Bank Indonesia pada tahun 1960 (memperlihatkan bunga di bagian depan dan burung di sebaliknya), tertanggal emisi 1 Januari 1959, namun diterbitkan pada tahun 1960. uang uang kertas ini dicetak oleh Thomas De La Rue & Co Ltd dari Inggris. Seri bunga dan burung, tertanggal ’1 Januari 1959 ‘, diterbitkan pada tahun 1960, dicetak oleh Thomas De La Rue 1000 Rupiah, tahun 1959 1960-1961: uang kertas Pemerintah Sebuah desain uang kertas pemerintah Indonesia yang baru untuk pecahan 1 dan 2 ½ rupiah diterbitkan pada tahun 1960 memperlihatkan buruh tani, tertanggal emisi 1961 dengan tanda tangan Menteri Keuangan yang baru. Uang Kertas Pemerintah: Republik Indonesia, seri kelima (tema pertanian), 1960, dicetak oleh Pertjetakan Kebajoran 2,5 Rupiah, Tahun 1960 Uang Kertas Pemerintah: Republik Indonesia, seri keenam (tema pertanian), 1961, dicetak oleh Pertjetakan Kebajoran 2,5 Rupiah, Tahun 1961 1961-1964: seri Lengkap kerajinan Indonesia juga mengeluarkan uang kertas dengan seri kerajinan tangan menggantikan TDLR pada tahun 1961 dan 1962, dengan pecahan 5 sampai 1000 rupiah. 100 Rupiah, Tahun 1958 1000 Rupiah, Tahun 1964 Karena terjadinya inflasi, Uang kertas pecahan 2.500 rupiah dengan desain ‘hewan’ akhirnya diterbitkan pada bulan September 1962, kemudian menjadi pecahan teratas. Suatu respon lanjutan terhadap inflasi yang datang maka diterbitkannya pecahan 5000 (coklat) rupiah tertanggal emisi 1958 pada bulan Oktober 1963. Pada bulan Agustus 1964, dirasa perlu untuk menambahkan uang kertas 10.000 rupiah (merah), tertanggal emisi ’1964 ‘, melengkapi seri buruh kasar (manual workers). 1965: Pembaruan Uang Kertas seri Kerajinan Pada tahun 1965, di tengah inflasi yang melonjak, semua uang kecuali 5 rupiah kebawah dan 500 rupiah dengan seri kerajinan tangan direvisi dan diterbitkan kembali. Uang kertas dengan gambar Kerajinan / rumah asli Indonesia , dicetak oleh Pertjetakan Kebajoran, diterbitkan tahun 1965 – seri kedua 1000 Rupiah, Tahun 1958 10000 Rupiah, Tahun 1964 1965-1968: seri pertama uang kertas (‘ Soekarno ‘) Hiperinflasi awal tahun 1960-an mengakibatkan pembacaan ‘rupiah baru’ dianggap hanya senilai 1.000 rupiah lama. Penarikan uang lama berarti sama dengan penerbitan uang kertas baru, dengan Keputusan Presiden 13 Desember 1965. Keputusan resmi Bank Indonesia untuk menerbitkan uang kertas fraksional untuk pertama kalinya (meski uang pecahan 1 dan 2 ½ rupiah masih dikeluarkan oleh pemerintah sendiri), dalam pecahan 1, 5, 10, 25, dan 50 sen tertanggal emisi 1964 menampilkan gambar para ‘sukarelawan’. Tetapi kenyataannya bahwa rupiah hanya didevaluasi 10, bukan 1000 kali, sehingga membuatnya tidak berharga pada saat penerbitan dan jutaan uang kertas tidak pernah diedarkan. Semua uang kertas yang tersisa menampilkan Presiden Soekarno pada bagian depan, dan berbagai penari disebaliknya; seri iniditerbitkan oleh ‘ Republik Indonesia (ORI) ‘ dalam pecahan 1 dan 2 ½ rupiah tertanggal emisi 1964, dan Bank Indonesia tertanggal emisi 1960 dalam bentuk pecahan 5, 10, 25, 50 , dan 100 rupiah; Uang kertas mulai dari pecahan 500 sampai 10.000 rupiah dianggap tidak perlu dikeluarkan karena terjadinya devaluasi. 2,5 Sen, Tahun 1964 50 Sen, Tahun 1964 1000 Rupiah, Tahun 1960 1968-1970: Uang kertas seri kedua (‘Sudirman’) Pada tahun 1968 masa Orde Baru Suharto telah dibentuk, dan Bank Indonesia sejak 1968 diberi hak tunggal untuk mengeluarkan / mengedarkan uang kertas (termasuk uang di bawah 5 rupiah) serta uang logam (yang sebelumnya menjadi persoalan pemerintah pusat) dengan demikian ORI sudah tidak diterbitkan lagi. Oleh karena itu, edisi uang kertas baru dari pecahan 1 sampai 1.000 rupiah, tertanggal emisi 1968 semuanya dari Bank Indonesia. Uang kertas baru kali inimenampilkan pahlawan revolusi Jenderal Sudirman, didukung oleh berbagai macam pemandangan berbagai industri. Uang kertas ituditerbitkan pada tahun 1968 dan 1969. Pada tahun 1970, uang kertas dengan tema yang sama (tapi menggunakan watermark yang berbeda) pecahan 5.000 dan 10.000 rupiah juga diedarkan, sehingga memulihkan pecahan uang yang sama dengan yang telah beredar sebelum terjadi devaluasi tahun 1965. Uang kertas edisi Sudirman / industri, ’1968′, Bank Indonesia: Uang kertas seri Kedua pasca-devaluasi, Dicetak oleh PN Pertjetakan Kebajoran 50 Rupiah, Tahun 1968 Seri Diponegoro (tidak diterbitkan) Sebuah seri baru uang kertas Indonesia kali inidimulai dari pecahan 100 rupiah, didesain dengan tema Diponegoro pada tahun 1971 (tapi dicetak tanpa tanggal emisi), namun seri ini tidak pernah diterbitkan, meskipun uang kertas pecahan 1000 rupiah pada seri ini kemudian ditambahkan tanggal emisi dan diterbitkan pada tahun 1976 , namun bagian belakang pada uang pecahan 5000 rupiah (seri ini ) juga digunakan untuk uang kertas 5000 rupiah tahun 1976, tetapi dengan desain bagian depan yang baru (bukan diponegoro lagi). Rangkaian pembatalan uang kertas iniadalah yang terakhir di Indonesia dengan tema yang konsisten, yaitu uang kertas baru biasanya mempertahankan warna yang sama dengan yang lama dari pecahan yang sama. 10000 Rupiah, Tahun 1971 1976-1978: Uang Kertas seri ketiga; rupiah baru Karena pemalsuan uang kertas seri Sudirman yang merajalela, semua uang kertas pecahan 1.000, 5.000 dan 10.000 rupiah didesain ulang, tertanggal emisi 1975 dan diterbitkan pada tahun 1976. Uang kertas Sudirman 1000 rupiah keatas ditarik dari peredaran secara resmi tanggal 1 September 1977. Pendesainan ulang uang kertas pecahan 100 dan 500 rupiah diikuti pada tahun 1978, sehingga melengkapi seri ketiga dari uang kertas yang akan diterbitkan sejak devaluasi mata uang tahun 1965. 10000 Rupiah, Tahun 1971 Selama periode tahun 1970-an, Bank Indonesia mengeluarkan 6 macam pecahan yang terdiri dari: 100 badak – 1977 500 anggrek – 1977 1000 Diponegoro – 1975 5000 nelayan – 1975 10000 relief candi Borobudur – 1975 10000 gamelan – 1979 (Lihat dibawah) Dari ke 6 macam uang kertas iniyang paling sulit ditemukan dan tentu saja bernilai paling tinggi adalah pecahan 10.000 relief candi Borobudur karena mempunyai motif dan gambar yang sangat menarik selain bergambar relief candi Borobudur di bagian depan juga gambar barong di bagian belakang sehingga sangat digemari oleh kolektor mancanegara. 1979-1982: Uang Kertas rupiah baru Seri 4 Pada tahun 1979, uang kertas pertama kali yang perlu diganti lagi adalah 10.000 rupiah (pada saat itubernilai sekitar US $ 16). Selanjutnya uang kertas didesain ulang dan diikuti disemua pecahan kecuali 100 rupiah pada tahun 1980 dan 1982. Uang kertas rupiah ’1979 ‘, ’1980′, ’1982′, dicetak oleh Perum Peruri 10000 Rupiah, Tahun 1979 5000 Rupiah, Tahun 1980 500 Rupiah, Tahun 1982 1985-1988: Uang Kertas rupiah baru seri 5 Uang kertas 100 rupiah yang berasal dari tahun 1977 akhirnya digantikan pada tahun 1985, penggantian semua uang pecahan diikuti pada tahun 1985, 1987 dan 1988. 100 Rupiah, Tahun 1984 500 Rupiah, Tahun 1984 5000 Rupiah, Tahun 1988 1992: Seri keenam uang kertas rupiah baru Di tahun 1992 terlihat suatu perbaikan yang lengkap dari semua pecahan uang kertas untuk pertama kalinya sejak 1968. Selain itu, pecahan baru uang kertas 20.000 rupiah juga ditambahkan dengan nilai US $ sekitar $ 10 pada saat itu. iniadalah pecahan baru pertama sejak 10.000 rupiah diterbitkan pada bulan April 1970 (saat itusenilai sekitar US $ 26). Sebelum tahun 1990-an di bagian bawah setiap uang kertas tercantum tulisan seperti berikut: HERU SEOROSO DEL pada pecahan 100 rupiah 1984 SOERIPTO DEL pada pecahan 500 rupiah 1988 Kata Del berasal dari kata delineavit yang berarti “di gambar oleh”, sehingga Soeripto DEL artinya “di gambar oleh Soeripto” demikian juga dengan Heru Soeroso DEL artinya “di gambar oleh Heru Soeroso”. Dari sinilah edisi ke depannya, sejak memasuki tahun 1990-an, maka uang kertas kita tidak lagi mencantumkan kata-kata tersebut. Sebagai gantinya uang kertas Indonesia, tahun emisi dituliskan dalam bentuk teks kecil di tepi uang kertas (pojok bawah), dan tahun yang paling menonjol pada uang kertas ituadalah tahun kewenangan (misalnya, “Direksi 1992″). Date of Authority printed in the middle of the note 1000 Rupiah – 1992 Series printed in year 1994. “PERUM PERCETAKAN UANG RI IMP 1994″ represents The Indonesia Currency mint 1994 Cetakan Rupiah seri ’1992′, dicetak oleh Perum Peruri 10000 Rupiah, Tahun 1992 1993: Peringatan Soeharto – 50.000 rupiah Pada tahun 1993 sebuah uang kertas 50.000 rupiah (bernilai sekitar US $ 22) diterbitkan untuk merayakan “25 Tahun Pembangunan” dibuat dengan bahan polimer dan berhologram, uang iniditerbitkan secara terbatas hanya lima juta lembar saja, dan dalam bungkus penyajian / cover / folder dijelaskan rencana 25-tahun pertumbuhan sejak tahun 1969, dengan harga nilai nominal ganda : 100.000 rupiah. Desain inimenampilkan Soeharto di bagian depan dan bandara Soekarno-Hatta di bagian belakang, dengan sebuah pesawat yang sedang lepas landas melambangkan pertumbuhan Indonesia. Namun, diyakini karena penjualan yang buruk, beberapa uang polimer dikurangi. Sebuah versi lain berbahan kertas namun dengan desain serupa juga dicetak pada tahun 1993 dan 1994. Uang kertas Rupiah seri Soeharto ’1993′ 1995: penambahan benang pengaman pada uang kertas 1992/1993 ke atas Pada tahun 1995 menjadi tahun pengenalan bagi benang pengaman untuk uang kertas Indonesia, sebuah fitur baru di semua uang kertas pecahan besar (10.000 keatas) dengan ’1995 Direksi’ dan yang lebih baru. Uang kertas 20.000 rupiah (tahun emisi 1992) dan 50.000 (emisi 1993) juga diberi benang pengaman. 50000 Rupiah, Tahun 1995 Perbaruan untuk pecahan tinggi, diperkenalkannya 100.000 rupiah Uang kertas pecahan tinggi, 10.000, 20.000 dan 50.000 rupiah diganti pada tahun 1998 dan 1999. Ditambahkan juga sebuah uang polimer baru 100.000 rupiah (pada saat ituhanya bernilai sekitar US $ 10) diimpor dari Australia. Uang 100.000 initidak lagi dicetak menyusul pengenalan desain baru pada tahun 2004-2005 dan tidak lagi menjadi alat pembayaran yang sah sejak 31 Desember 2008, meskipun uang 100.000 initetap dapat ditukarkan di kantor Bank Indonesia hingga 10 tahun lebih lanjut. Dalam menerbitkan uang polimer, Indonesia mempunyai maksud tertentu, dan inilah penjelasannya : Bank Indonesia akan mengeluarkan uang dalam pecahan Rp100.000 pada tanggal 1 November 1999 sebagai alat pembayaran resmi. “Uang ituakan dibuat dari substrat polimer (plastik) yang lebih tahan lama dan sulit untuk dipalsukan dari pada bahan kertas” dikutip dari gubernur Bank Indonesia, Syahril Sabirin. Untuk menghindari penipuan, uang tersebut telah dilengkapi dengan elemen anti pemalsuan yang dapat dilihat secara kasat mata dan dapat disentuh agar masyarakat akrab dengan keaslian uang. Gubernur Bank Indonesia menjelaskan bahwa penerbitan uang dengan emisi baru iniadalah untuk mempermudah dan mempercepat transaksi tunai. Gambar utama di depan uang adalah Dr Ir. Soekarno dan Dr H. Mohammad Hatta, sementara di sisi lainnya bergambar gedung DPR yang bertujuan untuk mempromosikan penghargaan kami kepada keduanya dan lembaga tertinggi untuk nilai demokratis mereka. Penerbitan diumumkan dalam Berita Negara tahun 1999 nomor 206, sementara itubank-bank, kantor pos dan kantor kantor pelayanan masyarakat akan menerima poster uang sebagai pengumuman penerbitan di kantor mereka dan di tempat umum lainnya. Pengumuman inijuga tersedia di situs web Bank Indonesia. 50000 & 100.000 Rupiah, Tahun 1999 Uang pecahan 100.000 rupiah bergambar Sukarno Hatta inimerupakan uang polimer kedua yang diterbitkan oleh Indonesia. Sampai saat inisekitar 36 negara yang sudah menerbitkan uang berbahan dasar polimer, sehingga mengoleksi uang polimer sudah menjadi cabang numismatik tersendiri. Seri saat ini Uang pecahan rendah, 2000 dan 2001 Pecahan rendah, 1.000 dan 5.000 rupiah diperbarui pada tahun 2000 dan 2001 dengan gambar pahlawan nasional, dan terus akan dicetak hingga hari ini. Pecahan terendah sebelumnya, 100 dan 500 rupiah sudah tidak adalagi karena rupiah telah jatuh nilainya hingga 80% dibanding pecahan edisi sebelumnya pada tahun 1992. 1000 Rupiah, Tahun 2000 5000 Rupiah, Tahun 2001 Pembaruan pecahan tinggi 2004/2005 Uang kertas pecahan 10.000 – 100.000 diganti pada tahun 2004 dan 2005, dan uang 100.000 kembali ke desain kertas dan dicetak di Indonesia . sebagai catatan, polimer ternyata menyulitkan mesin bank untuk melakukan penghitungan, dan sebaiknya semua uang kertas diberi perangkat anti-pemalsuan saja (tidak dibuat dengan bahan polimer). 100000 Rupiah, Tahun 2004 50000 Rupiah, Tahun 2005 Uang kertas baru 2000 rupiah Setelah tertunda beberapa kali, menyusul pengumuman awal bahwa uang kertas pecahan 2000 rupiah akan menggantikan uang 1000 rupiah sebagai pecahan terendah, pecahan baru, 2.000 rupiah akhirnya resmi dirilis, dan beredar bersamaan dengan pecahan lainnya pada bulan Juli 2009. Selain uang pecahan 2000 rupiah ini, Bank Indonesia mengeluarkan uang kertas baru yang ditandatangani oleh Budiono. Walaupun bergambar sama, uang kertas 2009 mempunyai beberapa ciri yang berbeda antara lain : Tanda tangan Gubernur BI yang berbeda Tahun di bagian depan tercetak 2009 Tahun emisi yang tercetak di bagian bawah uang masih tetap sesuai dengan tahun pertama kali uang diterbitkan. Rupiah seri ’2009′ (Gubernur : Miranda S. Goeltom) – Printed by Perum Peruri 2000 Rupiah, Tahun 2009 Rupiah seri ’2009′ (Gubernur : Boediono) – Printed by Perum Peruri 50000 Rupiah Tahun 2009 100000 Rupiah, Tahun 2009 Dengan demikian uang yang berlaku hingga saat ini bisa dibilang dari seri 2000. Di seri ini, pecahan uang kertas (dari tahun 2000) memiliki pola yang sama (mirip) sehingga menyerupai satu seri. Mungkin dengan demikian kita bisa menyebut seri tahun 2000-an ini dengan seri pahlawan. Sampai saat ini berarti semua pecahan uang kertas telah diganti dengan uang baru yang lebih baik dalam segala hal termasuk desain, kualitas maupun keamanannya.

Tidak ada komentar:
Posting Komentar